Petani Tak Dapat Info
08.53 | Author: Urip SR
BATAM, KOMPAS - Kenaikan harga produk pertanian di pasaran akhir-akhir ini tidak banyak dinikmati petani. Keuntungan lebih banyak dinikmati pedagang. Penyebabnya, petani tidak mendapat informasi harga terkini sehingga harga ditentukan sepenuhnya oleh tengkulak.

Hal itu dikemukakan Menteri Pertanian Suswono pada pembukaan Pekan Flori dan Flora Nasional 2010 di Batam, Kepulauan Riau, Kamis (15/7). Hadir pula Gubernur Kepulauan Riau Muhammad Sani dan Wali Kota Batam Ahmad Dahlan.

Petani tidak menikmati kenaikan harga karena tidak mendapat informasi harga terkini. Selain itu, kondisi ekonomi yang pas-pasan menyebabkan petani menjual hasil panen dengan harga seadanya. Tengkulak yang menentukan harga.

Untuk melindungi petani dalam jangka pendek, Suswono menyatakan akan merevitalisasi kelembagaan petani sehingga posisi tawarnya lebih kuat. ”Informasi harga harus diketahui petani,” kata Suswono.

Ketua Kelompok Tani Makmur Suhartono menyatakan, posisi tawar petani di Batam sangat lemah. Harga lebih banyak dikendalikan tengkulak. ”Tidak pernah ada pendampingan dari pemerintah. Jadi, petani serba sendiri. Tidak pernah ada pembinaan,” katanya.

Penyakit dan cuaca

Lonjakan harga sejumlah sayuran juga disebabkan oleh gangguan pasokan akibat penyakit dan anomali cuaca.

Benny A Kusbini, Presiden Direktur Mitra Agro Unggul, sebuah perusahaan pertanian, hari Kamis di Surabaya, Jawa Timur, mengatakan, gangguan pasokan cabai terjadi mulai empat bulan lalu. Penyebabnya, kebun cabai di Sumatera dan Jawa terkena virus daun kuning. Virus terus berkembang jika tidak diatasi. Obat untuk penyakit itu ada di Institut Pertanian Bogor. ”Tinggal kesiapan pemerintah memproduksi secara massal,” katanya.

Anomali cuaca juga mengakibatkan lahan tidak sehat. Setelah panas dalam jangka panjang, tiba-tiba turun hujan. ”Anomali cuaca membuat tanaman shock dan tidak berkembang normal,” katanya.

Hal itu juga dialami petani kentang, tomat, dan bawang. Akibatnya, komoditas pertanian itu langka di pasar.

Serangan hama wereng batang cokelat (Nilapavarta lugens) masih mengancam sekitar 25.583 hektar lahan pertanian di Jawa Barat. Pemerintah provinsi meminta petani menyemprot pestisida secara tepat dan meningkatkan pemanfaatan musuh alaminya.

Berdasarkan data Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan, ancaman wereng tersebar di 13 kabupaten di Jabar. Sebanyak 22.028 hektar di antaranya di wilayah sentra padi, seperti Kabupaten Subang, Indramayu, Cirebon, Bekasi, Karawang, dan Majalengka. Sisanya tersebar di tujuh daerah lain.

Menurut Kepala Dispertan Jabar Endang Suhendar, itu sebagian terjadi akibat pembasmian hama oleh petani belum maksimal. Mayoritas petani menyemprot hanya di bagian atas tanaman.

Peneliti Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan Jatisari, Karawang, Mustaghfirin, menyatakan, untuk mengantisipasi serangan wereng, petani dan pihak terkait perlu mengupayakan pemakaian benih tahan wereng, menyerempakkan penanaman, meningkatkan pengamatan dini, serta mencegah perkembangan wereng dengan mengelola musuh alami wereng, seperti laba-laba, kepik, dan cendawan, serta menyemprotkan pestisida secara baik.

Hal senada dikemukakan Sekretaris Kontak Tani dan Nelayan Andalan Jabar Rali Sukari.(LAS/RAZ/MKN/GRE)
Sumber: http://m.kompas.com/news/read/data/2010.07.16.04430433
.
This entry was posted on 08.53 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

0 komentar: