Hama Belalang
15.33 | Author: Urip SR
Serangan belalang pada ubikayu (Foto: C. Irwan)
Belalang yang jumlahnya sedikit tidak masalah, malah senang untuk dilihat ketika mereka terbang kesana kemari. Namun, jika jumlah belalang tersebut banyak, khususnya jenis walang pemakan daun yang umum menyerang tanaman padi membuat petani klabakan.  Di daerah saya di Lampung Tengah, pernah terjadi ledakan populasi belalang yang mengakibatkan tidak sedikit petani yang gagal panen.
Pertanyaan saya adalah: “Bagaimana cara mengantisipasi agar tidak terjadi ledakan populasi belalang?” Mohon penjelasan. Terima kasih..!!!
(Parjono, Trimurjo - Lampung Tengah)


Belalang Kembara Lampung (Foto: Cahyadi Irwan)
Jawab:
Meningkatnya serangan hama belalang secara umum dipengaruhi oleh adanya beberapa faktor, antara lain:
Pengaturan/penerapan pola tanam dan strategi budi    daya tanamn yang belum sesuai dengan rekomendasi;
Pergiliran varietas belum berjalan sebagaimana mestinya;
Terjadinya fenomena iklim yang kondusif;
Penurunan aktivitas petani dalam mengawal pertanaman yang belum sejalan dengan prinsip budi daya tanaman sehat;
Terkendalanya tanaman sehat oleh karena kelangkaan sarana produksi; dan
Belum tercapainya kesamaan persepsi dalam menerapkan prinsip dan strategi PHT.
Mengenai tanaman inangnya, bila dilihat per komoditas, hama belalang banyak menyerang tanaman padi (baik padi sawah maupun padi gogo) dan tanaman jagung. Belalang kembara cenderung memilih makanan yang disukainya, yaitu spesies tumbuhan dari family Graminae (padi, jagung, sorgum, tebu, gelaga, alang-alang, dan rerumputan).    Disamping tumbuhan dari familiGraminae, belalang ini juga sering menyerang daun kelapa, bambu, kacang tanah, petsai, sawi, dan kubis daun.Sedangkan tanaman kacang hijau, kedelai, kacang panjang, ubi kayu, tomat, ubi jalar, dan kapas tidak disukai oleh belalang.
Jika populasi belalang dilapangan masih tinggi dan keadaan curah hujan sangat rendah, hama belalang tetap berpotensi menyerang pertanaman terutama padi dan jagung yang masih ada di sekitar kelompok belalang dan daerah lain yang masih dalam jangkauan migrasinya. Oleh karena itu, perlu segera melakukkan usaha-usaha pengendalian untuk menurunkan ledakan populasi belalang secara cepat dan tuntas untuk mengamankan pertanaman yang masih ada dilapangan. Usaha-usaha pengendalian belalang antara lain sebagai berikut:Pelatihan, bimbingan, dan koordinasi sebagai bekal operasional: Petugas (POPT-PHP) dan petani/kelompok tani perlu diberi bekal melalui pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan teknis serta organisasinya.     Dengan demikian, mereka mampu memantau perkembangan populasi belalang  sekaligus dapat mengantisipasi pengendaliannya. Selain itu, mereka harus melakukan koordinasi dengan semua Dinas, Instansi terkait (kehutanan, perkebunan dan perusahaan perkebunan), dan masyarakat pada umumnya.  Pengamatan dan pelaporan: Pengamatan bertujuan untuk memantau/memonitor terjadinya penerbangan belalang dewasa, tempat dan konsentrasi belalang dewasa hinggap, terjadinya penetasan telur dan ditemukannya nimpha. Dengan pengamatan tersebut, maka dengan mudah dapat dilakukan pengendalian. Tindakan pengendalian yang telah dilakukan ini kemudian dilaporkan kepada aparat yang lebih tinggi dan berwenang.
Pengendalian secara fisik dan mekanik: pengendalian secara fisik dapat dilakukan dengan menggunakan lampu/obor pada malam hari untuk menangkap dan mengumpulkan belalang dewasa untuk dimusnahkan. Sedangkan pengendalian secara mekanik dapat dilakukan dengan memasang perangkap dari jarring ikan atau sapu lidi.
Pengendalian secara kimiawi: Belalang instar 1-3 dan dewasa 4-5 menggunakan hand sprayer, mist blower, dan swing fog. Untuk instar 4-5 menggunakan jarring dan pengusiran dengan menggunakan asap belerang.
Jangka panjang: Beberapa program kegiatan dan strategi jangka panjang yang dapat diterapkan adalah identifikasi terjadinya eksplosi dan studi lapangan, pemantauan berkelanjutan dan pengendalian, dan mengurangi areal padang alang-alang.
(Sumber : Majalah Peramalan OPT Vol.13/2/Nop/2014)***
.
Sensus Burung Hantu di Lereng Lawu
15.31 | Author: Urip SR
Sensus Burung Hantu (Foto: Urip SR)
Bersama Koordinator POPT Kab. Ngawi di PPAH
Adalah Pusat Pengembangan Agens Hayati (PPAH) di Kab. Ngawi, yang menangkarkan Burung Hantu (Tyto alba) yang pertama kali melakukan penagkaran burung hantu ini, letaknya di Desa Giriharjo  yang memiliki ketinggian sekitar 450 meter dpl.  PPAH yang beralamat di Dusun Munggur RT 01 RW 02, Desa Giriharjo Kec. Ngrambe, Kab. Ngawi ini merupakan spesialis penangkar burung hantu.  Dari desa ini pula berawal penggunaan pagupon sebagai tempat / rumah bagi Tyto alba. Awalnya pada desa ini hanya ada 2 (dua) pagupon saja didirikan pada tahun 1996 di areal persawahan. Untuk mengisi pagupon tersebut diambil burung hantu yang bersarang di sekolah-sekolah, jembatan, atau pohon-pohon di sekitar desa. Dengan memindahkan anakan Tyto alba maka indukan akan ikut serta pindah ke pagupon yang telah disiapkan tersebut. Setiap pagupon diisi dengan sepasang burung hantu. Dari hasil yang telah dirasakan di desa Giriharjo, maka penyebaran pembangunan pagupon secara pelan tetapi pasti mulai meluas keseluruh kecamatan di kabupaten Ngawi melalui sosialisasi-sosialisasi pembangunan pagupon yang diadakan PPAH kepada kelompok-kelompok tani yang ada. Hingga tahun 2014 jumlah pagupon yang telah berdiri di Kabupaten Ngawi berjumlah 186 buah, yang berasal dari dana swadaya PPAH maupun dukungan dari dinas terkait.
Ngrambe adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Ngawi, Provinsi Jawa Timur. Kecamatan ini terletak sekitar 30 km barat daya ibu kota Kabupaten Ngawi dan berhawa sejuk karena berada di lereng utara Gunung Lawu.  Di kecamatan ini merupakan pusat penangkaran Burung Hantu.
Penulis mencoba menelusuri kecamatan ini untuk menggali potensi sumber daya alam yang ada. Kecamatan Ngrambe berbatasan dengan Kecamatan Jogorogo, sebelah utara dengan Kecamatan Walikukun, dan sebelah barat berbatasandengan Kecamatan Sine. Sedang sebelah selatan berbatasan langsung dengan hutan Gunung Lawu.
Sarana transportasi menuju Ngrambe cukup mudah, meski kalau terlalu malam (di atas jam 18.30) sulit untuk didapatkan karena angkutan umum biasanya sudah tidak  tersedia.
Sebagai alternatif, bisa menggunakan jasa ojek sepeda motor. Ada 3 jalur untuk mencapai Ngrambe. Dari arah timur tersedia bus umum dari Ngawi yang bertujuan Ngrambe melalui Jogorogo. Sedangkan dari arah barat, kita dapat melalui Sine.
Dari arah utara, bisa melalui Walikukun dengan naik bus di terminal Gendingan yang dilalui jalur bus Surabaya-Yogya. Jalur ini adalah jalur terdekat dari jalan provinsi (±16 km) sehingga menjadi jalur termudah untuk mencapai Ngrambe serta didukung angkutan yang cukup banyak, karena terdapat 2 trayek bus yang menuju Ngrambe via Gendingan, yaitu bus dari arah Ngawi dan dari arah Kota Sragen.
Kegiatan PPAH awalnya merupakan misi sosial karena bentuk PPAH juga merupakan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Tetapi dengan terus berkembangnya penangkaran Tyto alba secara alami, maka PPAH mulai “kelabakan” dalam memenuhi pakan burung hantu ini di kandang karantina. Hal ini dikarenakan pakan burung hantu saat ini adalah marmut bukan lagi tikus, karena saat ini sudah sulit sekali untuk mendapatkan tikus disekitar desa. Di lain pihak permintaan akan burung hantu Tyto alba mulai berdatangan utamanya dari perkebunan-perkebunan kelapa sawit untuk mengatasi serangan hama tikus. Sejak tahun 2007, PPAH sudah mengirim lebih dari 100 pasang Tyto alba ke berbagai daerah, antara lain Gorontalo, Kutai Kertanegara, Menado, Sampit, Demak, Pontianak, Boyolali, Klaten, Yogyakarta, Blitar, Jombang, Mojokerto, Kendal, dan Tulungagung.
Saat ini, jumlah tikus di desa giriharjo sudah jauh menurun sehingga sudah biasa bagi warga melihat burung hantu mengejar tikus di wilayah pemukiman dan rumah-rumah warga di desa tersebut.
Burung hantu  dengan nama latin (Tyto alba) ini dikenali sebagai burung hantu putih yang memiliki ukuran  ± 34cm (dewasa) Muka berbentuk jantung dengan warna putih dan tepiannya coklat. Ciri lain adalah matanya menghadap kedepan, bulu lembut, berwarna tersamar, bagian atas berwarna kelabu terang dengan sejumlah garis gelap dan bercak pucat tersebar pada bulu, juga tanda mengkilat pada sayap dan punggung.
Bagian bawah berwarna putih dengan sedikit bercak hitam. Bulu pada kaki jarang. Kepala besar, kekar dan membulat. Iris mata berwana hitam. Paruh tajam, menghadap kebawah, warna keputihan. Kaki warna putih kekuningan sampai kecoklatan. Jantan-betina hampir sama dalam ukuran dan warna meski betina seringkali lebih besar 25%. Betina dan burung hantu muda umumnya punya bercak lebih rapat.
Menurut Jumangin (48) Tyto alba biasanya bertelur dalam setahun hanya sekali. Normalnya jumlah telur rata-rata 3 hingga 4 butir saja, tapi pada lokasi-lokasi yang ketersediaan pakan berlimpah maka jumlah telur dapat mencapai hingga 7 butir. Jumlah penetasan hampir mendekati angka 100% pada jumlah telur yang 3-4 butir dibanding pada jumlah telur yang 7 butir. Musim bertelur dari burung hantu ini biasanya pada bulan Juni tetapi pernah juga dijumpai burung ini bertelur pada bulan Februari, hal ini dimungkinkan pengaruh dari kelimpahan makan (tikus). Tikus biasanya mulai berkembangbiak pada bulan Mei hingga bulan Agustus mencapai puncaknya.
Proses penetasan telur burung hantu di pagupon tetap harus diawasi, karena pada telur yang menetas terlebih dahulu akan tumbuh anakan yang lebih besar dibanding dengan anakan yang dari telur yang menetas belakangan. Dan ianakan yang awal akan mulai menyerang anakan yang belakangan menetas. Untuk itu, telur yang menetas lebih dahulu harus segera dipindahkan ke tempat lain. Maka pada tahun 2004 didirikanlah kandang karantina yang bertempat di belakang kantor / sekretariat PPAH di desa Giriharjo. Burung hantu anakan akan menempati kandang karantina ini paling lama selama 3 bulan, hal ini untuk menghindari agar burung hantu tersebut tidak kehilangan naluri liarnya. Dari kandang karantina biasanya akan ditaruh pada pagupon baru atau dikirim ke daerah lain yang memesannya, jika tidak maka akan dilepaskan di habitat aslinya.
Kegiatan sensus burung hantu yang dilakukan pada bulan Agustus tahun 2014 ini untuk mengetahui populasi burung hantu dan sebaran pagupon di kecamatan Ngrambe.Dalam sejarahnya, Burung Hantu (Tyto alba javanica Gmel.) telah diintroduksi dari ekosistem perkebunan kelapa sawit ke ekosistem persawahan untuk mengendalikan hama tikus. Tikus sawah merupakan hama yang menempati urutan pertama penyebab kerusakan pada tanaman padi diantara hama utama lainnya yang ada di Indonesia. Peningkatan serangan hama tikus di daerah sentra produksi padi dampaknya sangat nyata dan dirasakan oleh petani sangat memberatkan. Pengendalian tikus yang biasa digunakan di Indonesia dengan mengandalkan rodentisida pada awalnya dapat menurunkan populasi, tetapi jangka panjang kurang menguntungkan karena akan terjadi kompensasi populasi dan berdampak negatif terhadap lingkungan. Oleh karena itu agar pengendalian dapat berkelanjutan dan dampak negatif terhadap lingkungan dapat dihindari, maka pengendalian hayati menjadi pilihan utama. Pengendalian hayati terhadap hama tikus memberikan harapan yang baik di masa mendatang. Hal ini dapat terjadi karena jika agens pengendali hayati telah mapan di suatu tempat sifatnya berkelanjutan dan ramah terhadap lingkungan. Pemanfaatan burung hantu Tyto alba javanica sebagai agens pengendali hayati hama tikus telah memberikan hasil yang cukup baik di sektor perkebunan kelapa sawit. Burung serak merupakan pemangsa tikus yang berpotensi karena kemampuan mencari dan mengkonsumsi mangsa lebih tinggi bila dibandingkan dengan pemangsa lain dari Kelas Reptilia dan Mammalia. Mangsa utama burung serak lebih dari 90% adalah jenis tikus, dengan kemampuan memangsa antara 3-5 ekor tikus per hari.
Sepasang burung hantu dapat menjangkau wilayah pengendalian seluas 25 ha. Pemanfaatan burung hantu untuk mengendalikan hama tikus selain di perkebunan kelapa sawit juga telah dirintis di beberapa ekosistem persawahan dengan mengintroduksi dari areal perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara. Beberapa wilayah di Indonesia yang telah mengintroduksi burung hantu antara lain, Bali,Jawa Tengah, Kalimantan dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Malaysia juga telah memanfaatkan burung hantu untuk mengendalikan tikus sawah (Widodo, 2000; Mangoendihardjo &Wagiman, 2001; Hafidzi, 2003 ) Namun demikian faktor-faktor yang mempengaruhi kemapanan burung hantu di ekosistem persawahan belum pernah dikaji secara mendasar. Kemapanan burung hantu dalam suatu ekosistem sangat tergantung pada ketersediaan habitat yang sesuai. Habitat adalah tempat beserta komponen-komponennya dimana burung hantu dapat hidup dan berkembang secara optimal.
Usaha penangkaran yang dipelopori oleh pak Jumangin ini  memang perlu mendapat dukungan yang serius dari semua pihak sehingga dapat sukses dan dilihat hasilnya. Kesuksesan ini juga berkat adanya kerjasama dengan Kabupaten Boyolali, Demak, Klaten, Gorontalo dan Manado. Di daerah tersebut burung hantu juga dikembangkan untuk tujuan yang sama sebagaimana di Ngawi yaitu untuk melawan hama tikus, dan daerah tersebut juga mengambil anakan burung hantu dari tempat penangkaran di Desa Giriharjo.
(Majalah Peramalan OPT Vol.13/2/Nop/2014)***
.

Apa itu Poster?
14.49 | Author: Urip SR
Poster Informatif (Koleksi: Urip SR)
Poster merupakan gambar besar yang berisikan saran dan pesan, berisi naskah dan visual (gambar) untuk menyampaikan pesan komunikasi berupa ide informasi kepada khalayak sasaran.  Karakteristik poster gambar harus jelas, menarik dan mudah dipahami dalam waktu singkat.
Orang biasanya tidak akan berlama-lama untuk mengamati sebuah poster apalagi dalam situasi sangat ramai.
Jenis Poster:
1) Poster Persuasif , 2) Poster Informatif, 3) Poster Infographic
Anatomi Poster:
* Naskah :
1. Headline (Judul Utama)
2. Sub-headline (Informasi penting tambahan misalnyaslogan, tempat dan tanggal pelaksanaan acara,dll)
3. Body copy (Informasi yang cukup detail)
4. Footer (Logo perusahaan/instansi, kontak person, sponsor)
* Visual (Ilustrasi/foto)
Proses Pembuatan Poster
1. Urutan Informasi Komunikasi yang akan disampaikan
2. Tentukan Penekanan sebagai pusat perhatian
3. Utamakan gambar/informasi yang penting
4. Desain dan Ide perancangan poster
Urutan Informasi Komunikasi :
- Setiap poster terdiri dari berbagai elemen
- Ketika membaca poster tentu ada urutan seperti darimana pembaca mulai membaca dan kemudian berakhir dimana.
- Buat hirarki urutan materi mulai dari yang paling menentukan atau penting.
(Bersambung)...!
.


Dua genus nematoda patogen serangga (NPS), Steinernema dan Heterorhabditis, mempunyai beberapa keunggulan sebagai agensia pengendalian biologi serangga hama dibandingkan dengan musuh alami lain, yaitu daya bunuhnya sangat cepat, kisaran inangnya luas, aktif mencari inang sehingga efektif untuk mengendalikan serangga dalam jaringan, tidak menimbulkan resistensi, dan mudah diperbanyak.
Mekanisme Patogenisitas
Mekanisme patogenisitas NPS terjadi melalui simbiosis dengan bakteri patogen Xenorhabdus untuk Steinernema dan Photorhabdus untuk Heterorhabditis. Infeksi NPS dilakukan oleh stadium larva instar III atau Juvenil infektif (JI) terjadi melalui mulut, anus, spirakel, atau penetrasi langsung membran intersegmental integumen yang lunak. Setelah mencapai haemocoel serangga, bakteri simbion yang dibawa akan dilepaskan ke dalam haemolim untuk berkembang biak dan memproduksi toksin yang mematikan serangga. NPS sendiri juga mampu menghasilkan toksin yang mematikan. Dua faktor ini yang menyebabkan NPS mempunyai daya bunuh yang sangat cepat. Serangga yang terinfeksi NPS dapat mati dalam waktu 24-48 jam setelah infeksi.
Cara Isolasi
NPS mudah diisolasi dari sampel tanah ber-pasir yang porositasnya tinggi. Sampel tanah di tempatkan dalam botol, kemudian diinfestasi dengan ulat lilin, ulat Hongkong (Tenebrio molitor), atau ulat bambu. Setelah diinkubasikan selama 5 hari, ulat akan mati terinfeksi oleh nematoda. Ulat yang mati terinfeksi Steinernema, tubuhnya tampak berwarna coklat muda, sedangkan yang terinfeksi Heterorhabditis berwarna coklat tua agak kemerah-merahan. Isolasi NPS dari tubuh ulat dilakukan dengan cara menempatkan ulat pada cawan petri yang beralaskan kertas saring basah. Dalam waktu 2–3 hari, NPS akan keluar dari tubuh serangga dan masuk ke dalam air di cawan yang lebih besar.
Cara Perbanyakan:
Perbanyakan secara In Vivo
Perbanyakan NPS secara in vivo dilakukan dengan menggunakan ulat Hongkong (T. molitor). Ulat Hongkong dimasukkan dalam bak plastik atau nampan yang dialasi dengan kertas saring atau kertas koran. Suspensi Juvenil infektif  diinokulasikan secara merata pada kertas tersebut. Dalam waktu 7 hari, 80-90% ulat sudah terinfeksi oleh NPS. Ulat yang terinfeksi dipindahkan ke rak perangkap yang dialasi kain, kemudian ditempatkan dalam bak plastik yang berisi air. Setelah diinkubasikan selama 3-5 hari, Juvenil infektif  NPS akan keluar dari serangga dan masuk ke dalam air. Satu gram ulat Hongkong bisa menghasilkan 65.000 Juvenil Infektif.
Perbanyakan secara In Vitro
Perbanyakan secara in vitro dengan medium buatan sebenarnya lebih sulit dan rumit karena sangat tergantung pada biakan bakteri primer, tetapi lebih efisien untuk produksi skala besar atau komersial. Medium yang digunakan adalah bahan berprotein tinggi, seperti homogenat usus, ekstrak khamir, pepton, tepung kedelai, dan lain-lain. Perbanyakan bisa dilakukan di medium cair atau semi padat. Medium semi padat dengan spon paling umum digunakan karena porositasnya tinggi. Nutrisi untuk perbanyakan diresapkan ke dalam spon dengan perbandingan 12,5 : 1 (medium : spon, satuan dalam berat). Spon dimasukkan dalam botol atau plastik tahan panas, kemudian disterilisasi. Setelah medium dingin, bakteri simbion fase primer diinokulasikan ke dalam medium. Bakteri dibiarkan berkembang biak selama 2-3 hari sebelum diinokulasi dengan JI. NPS dapat dipanen dua minggu kemudian. Setiap 1 g medium spon dapat menghasilkan 90.000 Juvenil infektif. Perbanyakan dengan medium cair dilakukan dalam bubble column fermentor untuk memberikan aerasi yang baik bagi perkembangan NPS.
Formulasi
Juvenil infektif diformulasikan menjadi biopestisida dalam bentuk cair atau butiran. Formulasi cair yang telah dikembangkan oleh BB-Biogen dikemas dalam spon yang praktis untuk digunakan, disimpan, dan ditransportasikan. Satu kemasan mengandung 200.000.000 Juvenil infektif. Formulasi butiran dikembangkan menggunakan bahan dasar alginat, tanah liat, atau tanah gambut. Ke dalam formulasi juga ditambahkan bahan aditif yang berfungsi sebagai surfactant, anti desikan, dan nutrient stimulan.
Aplikasi
Formulasi cair, butiran alginat, dan tanah liat diaplikasikan dengan teknik penyemprotan biasa setelah dilarutkan dalam air. Sedangkan formulasi tanah peat dengan cara ditabur. Biopestisida NPS diaplikasikan dengan dosis 109 Juvenil infektif /ha. Waktu aplikasi yang tepat adalah sore hari karena NPS sangat rentan terhadap kekeringan. Waktu satu malam cukup bagi NPS untuk menemukan dan menginfeksi inangnya.
Keefektifan
Biopestisida NPS telah terbukti efektif mengendalikan penggerek batang padi, hama boleng (Cylas formicarius), Lyriomyza, ulat grayak (Spodoptera litura), penggerek tongkol jagung (Ostrinia furnacalis), ulat kantong, dan penggerek polong kedelai (Etiela zinkenella).Sumber : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan   Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian
(BB-BIOGEN)***
.