Renungan Akhir Tahun
01.27 | Author: Urip SR

“ Jadilah terang, bukan ditempat yang terang…

Jadilah harapan, jangan hanya berharap.”


Selamat Natal & Tahun Baru 2009

Sebuah kalimat pendek yang indah atau lazim disebut kata mutiara,

Sebuah iklan yang dipersembahkan oleh Perusahaan Rokok terbesar di negeri ini yang dimuat di Harian Kompas Jum’at (26/12/2008).

Sebuah kalimat yang bermakna dalam, dalam perenungan sesungguhnya kita sebagai manusia harus berbuat seperti layaknya lilin ”rela berkorban untuk menerangi kegelapan”

Dan menyalakan lilin lebih baik daripada mencaci kegelapan itu. Terkadang kita terlalu naif pada diri kita sendiri dan lingkungan, sikap acuh tak acuh terhadap sesama, individualis semakin mewarnai kehidupan kita sehari-hari.

Ah...betapa piciknya hati ini apabila masih terbelenggu oleh sifat-sifat itu....

Mari di penghujung tahun ini, kita introspeksi diri, benahi diri kita, sudahkah kita peduli terhadap sesama..?

Percuma kalau menerangi ditempat yang terang, percuma kalau kita hidup cuma bisa berharap...

Sudah saatnya kita berbagi dengan sesama...

Akhirnya: “ Jadilah terang, bukan ditempat yang terang…

Jadilah harapan, jangan hanya berharap.”

Mimpi kita hari ini, adalah kenyataan esok hari....!

Selamat tahun baru 2009...

Dari lubuk hati yang paling dalam http://saungurip.blogspot.com

E-mail: uripsr@ymail.com

MEMBURU DUKU KOMERING
20.45 | Author: Urip SR
DUKU KOMERING "Buah khas Palembang"

Perjalanan ke Palembang ternyata menghasilkan banyak tulisan yang menarik, selain dari komoditas pangan (padi), catatan yang tercecer lainnya adalah komoditas hortikultura, sepanjang perjalanan kearah Kabupaten Ogan Ilir dan Ogan Komering ILir di pinggir jalan banyak dijajakan buah duku (Lansium domesticum), mengingat kepopuleran duku Palembang yang tersebar di pasar kota-kota besar, seperti Jakarta, Bandung dan Semarang. Hampir semua pedagang kakilima selalu menulis “duku Palembang” atau “duku Komering” di setiap lapak dagangan duku di pinggiran kota. Buah duku menjadi buah ikon kota Palembang. Didaerah mana saja penghasil buah duku di Propinsi Sumatera Selatan ini?
Berikut liputannya:
Duku Palembang merupakan salah satu jenis duku yang sangat terkenal di kalangan masyarakat luas. Sesuai namanya, jenis duku ini memang dihasilkan dari daerah Sumatera Selatan yang beribukota Palembang. Di daerah ini tanaman duku banyak tersebar di Kabupaten Lahat, Musi Banyuasin, Musi Rawas, dan Bangka. Sentra terluas dan yang terbaik jenisnya berasal dari daerah Ogan Komering Ilir (OKI), Ogan Komering Ulu (OKU), dan Muara Enim. Karenanya duku Palembang sering juga disebut duku komering.
Duku merupakan tanaman buah-buahan tropis bertipe iklim basah. Buah ini berasal dari Indonesia dan Malaysia kemudian menyebar ke Vietnam, Myanmar dan India. Nama lain yang sering digunakan untuk Lansium domesticum adalah Aglaia dooko Griffith atau Aglaia domesticum (Coor) Pelegrin. Ada tiga macam spesies Lansium yang mirip satu sama lain, yakni duku, langsat dan pisitan/kokosan (banyak getahnya).
Ketenaran duku Palembang disebabkan oleh keunggulannya dibandingkan jenis yang lainnya. Kualitasnya dapat dicirikan dari kondisi fisik buahnya. Kulit buahnya berwarna bening, bijinya jarang, dan rasanya manis. Dari sekitar 10 – 15 buah duku, biasanya hanya ditemukan satu buah duku yang berbiji.
Jenis duku ini yang dalam bahasa setempat sering disebut langsak, bukan merupakan suatu kultivar dari tanaman duku. Duku yang berkualitas baik ini terjadi karena dukungan faktor lingkungan yang menguntungkan, lahan yang subur, dan iklim yang cocok. Sayang sekali di daerah sentranya, pohon-pohon duku Palembang belum banyak di budidayakan secara intensif. Kebanyakan merupakan pohon yang berumur tua dan merupakan pohon warisan nenek moyangnya. Meskipun demikian dari pohon-pohon tersebut dihasilkan duku dengan jumlah yang cukup banyak. Sehingga pemasarannya tidak hanya di daerah setempat, tetapi banyak dikirim ke Pulau Jawa bahkan diekspor ke luar negeri. (Tulisan terkait lainnya: ”Budidaya Duku Ala Petani Palembang”)

Terimakasih untuk obrolan ringan dengan Pak Imam Muhayani dan Pak Sunarto Kusno Staf Balai Perlindungan Tanaman Pangan dan Hortikultura Palembang. Mohon koreksi apabila ada salah tulis.
MENYUSURI BANJIR DI BUMI SRIWIJAYA
20.29 | Author: Urip SR

Episode Surveilans OPT Serealia di Palembang, 16 – 19 Desember 2008


Jam menunjukkan pukul 13.10 WIB saat pesawat Lion Air mendarat mulus di Bandara Internasional Sultan Mahmud Badarudin II (SMB II), saat itu langit cerah berawan, perjalanan dari Jakarta menuju Palembang hanya ditempuh 50 menit melintasi Laut Jawa.

Begitu aba-aba dari pramugari, bahwa para penumpang dipersilahkan meninggalkan pesawat secara teratur maka satu persatu penumpang turun menuju Bandara SMB II dengan teratur. Para penjemput berderet di pintu keluar sambil sesekali ada yang menunjukkan karton tebal bertuliskan nama seseorang. Sambil menunggu bagasi bawaan, sesekali aku melirik “penjemput” karena aku pun dijemput oleh petugas dari Balai Perlindungan Tanaman Pangan & Hortikultura (BPTPH) Palembang, via telepon selular Ibu Dewi akan menjemput tetapi karena tidak kenal wajah sehingga proses pencarian pun cukup memakan waktu, beruntung pesan wanti-wanti dari Ibu Dewi aku turuti, agar memakai baju seragam Deptan.

Inilah manisnya membina pertemanan, begitu keluar dari pintu bandara, sapaan akrab keluar dari seorang wanita paruh baya, ” Pak Urip, ya?, Selamat Datang di Bumi Sriwijaya”, sapanya sopan.

Tanpa ba-bi-bu lagi aku bergegas masuk menuju Kijang LSX BG.2078.Z, mobil pun meluncur menuju markas POPT di BPTPH Palembang. Dengan lincahnya sang Driver “Marpin Efendi” menembus padatnya lalu lintas Palembang. Belakangan mobil kijang ini menemani perjalananku di bumi Sriwijaya untuk monitoring OPT dan fenomena iklim (baca: bencana banjir).

Selasa 16/12/2008, Pk. 14.30 WIB

Sampai di Kantor BPTPH Palembang.

Sebenarnya perjalanan dari Bandara SMB II menuju BPTPH hanya ditempuh kurang lebih 20 menit, waktu lamanya ada di Bandara, karena harus reconfirm dulu di loket Lion Air karena aku sudah memesan tiket untuk pulangnya.

Bla-bla-bla… sambutan tuan rumah dengan ramahnya menyambut kedatanganku berdua (kolegaku Devied Apriyanto).

Faktor non teknis yang perlu diutamakan setiap melakukan surveilans adalah “sowan” kepada tuan rumah menceritakan maksud dan tujuan dari surveilans ini.

Surveilans kali ini Surveilans OPT Serealia dengan melakukan pengamatan keliling/patroli untuk mengetahui tanaman terserang dan terancam, luas pengendalian, bencana alam, serta mencari informasi tentang penggunaan, peredaran dan penyimpanan pupuk dan pestisida. Pengamatan keliling atau patroli dilaksanakan dengan menjelajahi wilayah pengamatan. Karena luasnya wilayah Palembang dan jarak antar kota Kabupaten yang jauh (kab terdekat ditempuh 4 jam dan terjauh 12 jam) berbeda dengan kota kabupaten di Pulau Jawa yang saling berdekatan. Strategi pun diambil setelah berdiskusi dengan petugas BPTPH (Bp. Imam Muhayani, staf teknis BPTPH dan Sunarto Kusno Koordinator POPT Kab. Ogan Ilir) hanya 2 (dua) kabupaten yang akan disurvey yakni Kab. Ogan Ilir (OI) adan Kab. Ogan Komering Ilir (OKI).

Rabu 17/12/2008, Pk. 06.00 WIB

Base Camp Rumah Hijau

Jl. Jend. Sudirman Km.5 Palembang

Sebelum melaksanakan surveilans Pak Imam Muhayani mengadakan kontak via selular dengan Koortikab yang nantinya menjadi pemandu, karena koortikab ini yang mengkoordinir POPT di wilayahnya sehingga sebagai sumber yang layak dipercaya, untuk memperoleh informasi tentang adanya serangan OPT, bencana alam (banjir) dan kegiatan pengendalian di wilayah kerjanya. Informasi penting dari pemandu digunakan untuk menentukan daerah yang dicurigai dan mengkonsentrasikan pengamatan. Penentuan daerah yang dicurigai didasarkan pada kerentanan varietas yang ditanam terhadap OPT utama di daerah tersebut, stadia pertumbuhan tanaman dan jaraknya terhadap sumber serangan.

Menyusuri wilayah kabupaten pemekaran dari Kab. OKI ini terasa cukup lama sekali, jalan aspal yang sempit, harus bersabar dengan kendaraan lain terutama truk-truk besar dari arah Medan menuju pulau Jawa via Lampung (Jalur Trans Sumatra).

Dari awal sudah kuduga bahwa dalam survey ini kami tidak akan menemukan OPT, seperti terlihat dari atas pesawat Lion Air di sepanjang DAS Musi dan anak sungainya luapan banjir disepanjang DAS terlihat melebar sampai radius 10 kilometer, dampaknya persawahan disekitar DAS Musi, DAS Komering, dan DAS anak sungai kecilnya lainnya meluap tumpah menuju persawahan, sehingga otomatis pertanaman padi yang berumur 1 hst s/d 14 hst terendam air sepekan lebih lamanya. OPT yang biasa menyerang pertanaman padi pun tersapu banjir, terbawa arus banjir yang tak kunjung surut. Pemandangan yang tak biasa, sepanjang mata memandang genangan air yang luas bagai samudera menggenangi areal persawahan di Kecamatan Lempuing Jaya, terparah di Desa Lubuk Makmur , Desa Sungai Belida, dan Desa Rantau Durian, masuk Kab. Ogan Ilir (OI). Perjalanan diteruskan di Kab. Ogan Komering Iring (OKI), memasuki wilayah kecamatan Lempuing, tepatnya di Desa Kepahyang, Desa Mekar Jaya, Desa Sumber Agung, Desa Cahaya Tani, Desa Tebing Suluh, dan Desa Cahaya Maju, yang terlihat adalah genangan air bak Samudera, petani merelakan padinya yang berumur antara 7 hari setelah tanam (hst) sampai 10 hst terendam air. Total seluruh Kab OKI sawah yang terendam mencapai luas 3.370 hektar. PUSO tentu saja karena pertanaman yang terendam selama sepekan lebih tidak akan selamat alias akan busuk, dan ini adalah kerugian besar bagi petani. Tanam ulang (replanting) sudah pasti dan akan membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

Salah satu petani yang berhasil diwawancarai adalah Asyari (59) petani asal Trenggalek, Jawa Timur ini hanya bisa pasrah dan berharap banyak Pemda setempat (Kab. OI maupun OKI) segera merealisasikan bantuan bibit gratis.

Langit mulai mendung, seakan ikut meratapi nasib petani Asyari dan Asyari-Asyari lainnya yang senasib serupa, mereka adalah sosok petani ulet asal Pulau Jawa yang mengadu nasib lewat program Transmigrasi. Sedikit terobati barangkali karena Tim kami mengarahkan dan memberikan sedikit solusi diantara sejuta masalah yang membebani pundaknya. Belum lagi persoalan pupuk yang langka di pasaran. Betapa sulitnya mendapatkan pupuk. IRONIS memang petani kesulitan mendapatkan pupuk di daerah yang katanya penghasil pupuk terbesar di Indonesia (PT. PUSRI) terdapat di daerah ini. Siapakah yang ”bermain” sehingga pupuk langka di daerah ini? Terlalu prematur apabila menuduh beberapa ”oknum” yang menyembunyikan pupuk menjelang PEMILU. Akankah pupuk dijadikan komoditas politik, sebagai alat untuk menjegal penguasa sehingga pamor di mata masyarakat turun terutama dimata petani.

Sejuta prasangka boleh saja memenuhi kepala ini, namun sah-sah saja andaikata setiap orang beropini, ”kenyataannya pupuk menghilang di ranah Sriwijaya”.

Langit mendung, pk. 18.00 WIB, menjelang rembang petang mobil berangkat pulang, wajah lusuhku menyimpan sejuta pertanyaan, setelah seharian melanglang buana dari desa kecil ke desa kecil lainnya yang berjarak ratusan kilometer di Bumi Sriwijaya.

Akhirnya...penjelajahan ini berakhir di Rumah Hijau tempat kami menginap, istirahat melepas lelah....

Kamis, 18/12/2008

Rumah Hijau menuju BPTPH Palembang.

Hari ini tidak ada aktifitas ke lapang, karena diwanti-wanti oleh Bu. Wirda Ali untuk menghadiri rapat evaluasi kegiatan BPTPH dengan para ujung tombak petugas lapang (Koortikab POPT). Moment yang baik ini kami gunakan untuk bertukar informasi seputar perkembangan OPT di wilayah lain yang tidak sempat aku kunjungi. Beruntung Bu Wirda menawari kami untuk mengisi acara ini, sekaligus sebagai perkenalan kami dengan petugas POPT. Ada ikatan emosional disini dimana kami sama-sama pernah menjadi pegawai pusat Deptan sehingga rapat siang ini begitu akrab dan berkesan. Rasa kangen dan rasa senasib yang pernah disatukan dalam satu atap yang sama sebagai ”pegawai pusat” sebelum dipisahkan oleh otonomi daerah (OTDA). Sebelum OTDA BPTPH Palembang dibawah binaan Direkorat Perlindungan Tanaman (DITLIN) Jakarta termasuk BBPOPT Jatisari sehingga diantara kami merasa sebagai anak kandung Ditlin, walaupun kini telah berpisah secara prosedural tetapi ikatan emosianal begitu eratnya.

Langit kembali mendung, rapat berakhir pk.16.00 WIB diiringi gerimis kecil yang semakin deras turun. Ah...betapa manisnya pertemuan ini...!?

Jum’at, 19/12/2008

Persiapan pulang ke Jatisari.

Setiap ada pertemuan pasti ada perpisahan, dan perpisahan selalu menimbulkan keharuan yang sangat, betapa tidak selama empat hari suasana yang terbangun begitu akrab, dari obrolan serius seputar rutinitas kantor sampai urusan seputar dapur. Seperti dituturkan di alinea empat, masalah Faktor non teknis yaitu setiap datang harus “sowan” terlebih dahulu maka begitu pula sebaliknya bila mau pulangpun kita harus ”sowan” kembali mengucapkan terima kasih atas segala bantuannya. Walaupun terasa sepele namun merupakan sesuatu yang bisa menumbuhkan rasa ”empati” yang dalam.

Langit cerah berawan, Lion Air terbang diketinggian 24.000 meter di atas permukaan laut, Capten Pilot Mangatur Disneyland menerbangkan BOEING 737-900 ER dengan tenang menuju Jakarta. Tak terasa pk. 14.30 WIB pesawat mendarat mulus di Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Sapaan ramah Pramugari LION AIR, membangunkan anganku yang nakal, ah..manis sekali senyumnya...!!!


Pesan Moralnya: ”Bagi orang bekerja tak ada hari yang panjang. Bekerja itu adalah satu obat yang menyehatkan jiwa. Hasil pekerjaan itu lebih baik dari perkataan yang bagus.”


Teriring ucapan terima kasih kepada Bp. Suparno, M.Zuhri, Ibu Wirda Ali, Ibu Dewi, Ibu Herlina dan spesial untuk Pak Iman Muhayani, Pak Sunarto, dan driver yang hebat Pak Marpin Effendi, tak lupa sahabat-partnerku Devied Apriyanto.

SEKILAS PROFIL MPTHI
06.11 | Author: Urip SR
Lebih dekat Mengenal Organisasi Profesi Masyarakat Perlindungan Tumbuhan dan Hewan Indonesia (MPTHI)
Tanggung jawab perlindungan tumbuhan dan hewan semakin berat seiring dengan perubahan lingkungan strategis di era perdagangan global dan otonomi daerah yang memberikan pengaruh sangat besar terhadap keberhasilan pembangunan pertanian. Dalam memasuki era perdagangan global dengan persaingan yang sangat kekat perlu terus dilakukan berbagai upaya untuk menunjang pembangunan sektor pertanian terutama dalam bidang perlindungan tumbuhan dan hewan.

MPTHI yang dideklarasikan pada tanggal 8 September 2003 merupakan suatu wadah organisasi profesi yang dapat mengaktualisasikan peran masyarakat perlindungan tumbuhan dan hewan. Dalam arti luas MPTHI tidak hanya mewadahi masyarakat perlindungan tumbuhan dan hewan tetapi diharapkan juga dapat mewadahi perlindungan hutan dan perikanan.

MPTHI merupakan partner pemerintah dalam menentukan kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan perlindungan tumbuhan dan hewan, sehingga pembangunan pertanian dapat bersinergi di semua subsektor. Peran MPTHI harus diaktualisasikan melalui implementasi pemikiran dan kegiatan sebagai salah satu alternatif dalam mensosialisasikan pembangunan pertanian melalui bidang perlindungan tumbuhan dan hewan.

Koordinasi dan sinkronisasi pembangunan di bidang perlindungan tumbuhan dan hewan dilakukan baik secara vertikal maupun horizontal. Kerjasama semua stake holder terkait dalam mewujudkan sinergi yang optimal sangat diharapkan bagi keberhasilan pembangunan pertanian.
Dalam Pertemuan Nasional Masyarakat Perlindungan Tumbuhan dan Hewan Indonesia diharapkan dapat mempertemukan seluruh stake holder/pemangku kepentingan terkait untuk saling bertukar informasi tentang arah kebijakan, perkembangan teknologi, antisipasi dan pemecahan permasalahan, dan berbagai isu strategis terkini di bidang perlindungan tumbuhan dan hewan.

Tujuan dan sasaran

Membangun wadah bagi seluruh stake holder/pemangku kepentingan di bidang perlindungan tumbuhan dan hewan untuk saling bertukar pikiran dan bertukar informasi tentang arah kebijakan, perkembangan teknologi, pasar dan peraturan, antisipasi dan pemecahan masalah, dan berbagai isu strategis terkini di bidang perlindungan tumbuhan dan hewan. Dan sasarannya adalah:
- Tersosialisasinya kebijakan dan peraturan tentang perlindungan tumbuhan dan hewan.
- Terwujudnya persamaan persepsi diantara pemangku kepentingan perlindungan tumbuhan dan
hewan dalam menghadapi era pasar global
- Terdiseminasinya teknologi perlindungan tumbuhan dan hewan.
- Terbangunnya jejaring kerja diantara pemangku kepentingan yang efektif dan efisien.

Dalam melaksanakan Munas MPTHI sudah memasuki tahun keenam, tempat dan tahun penyelenggaraan sbb:

Munas I 2003 di Solo
Munas II 2004 di Yogyakarta
Munas III 2005 di Malang
Munas IV 2006 di Bandung
Munas V 2007 di Maros, Sulawesi Selatan
Munas VI 2008 di Bantul, Yogyakarta
Munas VII 2009 di Banjarbaru, Kalimantan Selatan
Munas VIII 2010 Nusa Te
nggara Barat
Munas IX 2011 Palembang.

Munas X 2012 Palu Sulawesi Tengah
Munas XI 2013 Samarinda, Kalimantan Timur
Munas XII 2014 Solo, Jawa Tengah

Itulah sekilas profil organisasi profesi MPTHI yang ikut berkiprah dalam mendukung pembangunan pertanian di Indonesia.
Sebaiknya Anda Tahu...
22.34 | Author: Urip SR

Tahapan Pelepasan Varietas Padi (Tanaman Semusim)


  1. Calon varietas padi hasil pemuliaan di dalam negeri atau introduksi (luar negeri) yang diusulkan untuk dilepas harus melalui uji adaptasi.
  2. Uji adaptasi dilakukan di enam belas lokasi pada dua musim, musim penghujan dan musim kemarau.
  3. Uji adaptasi dilakukan oleh penyelenggara berkompeten yang memiliki pemulia, agronomis, dan petugas lapangan.
  4. Uji adaptasi dinilai oleh Badan benih Nasional (BBN) dibantu Tim Penilai dan Pelepas Varietas (TP2V). Penyelenggara harus melapor terlebih dahulu ke Badan Benih Nasional.
  5. Hasil evaluasi dan penilaian TP2V dilaporkan kepada Ketua Badan Benih Nasional.
  6. Calon varietas lokal yang akan dilepas telah dibudidayakan secara luas selama lima tahun.
  7. Calon varietas yang disetujui pelepasannya diterbitkan dalam Keputusan Menteri Pertanian dan menjadi varietas baru.
Pelanggaran Pelepasan Varietas

  1. Berdasarkan UU No.12/1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, Pasal 12 Ayat 2: varietas hasil pemuliaan atau introduksi yang belum dilepas sebagaimana dimaksud dalam Ayat 1 dilarang diedarkan.
  2. Pasal 60 Ayat 1 (b) : Mengedarkan hasil pemuliaan atau introduksi yang belum dilepas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 Ayat 2; (i) melanggar ketentuan pelaksanaan Pasal 16; dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp. 250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta rupiah).
Sumber: UU No.12/1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman dan Permentan No.37/2006 tentang Pengujian, Penilaian, Pelepasan, dan Penarikan Varietas.
Jangan Halangi Kemandirian Petani
21.19 | Author: Urip SR
Dipenghujung tahun 2008 ini, sengaja saya tampilkan koleksi kliping saya yang diunduh dari Harian KOMPAS (16/09/2008) tulisan Haryo Damardono dan Hermas E. Prabowo. Tulisan ini sangat menarik sebagai bahan renungan kita bersama diakhir tahun 2008, semoga dari perenungan ini mendapatkan pencerahan.


Keberhasilan You Churl H, menemukan kertas dari rumput laut tidak lepas dari dukungan pemerintah, aka
demisi dan pengusaha Korea. Kisah penemuannya berawal dari tumpahan agar-agar di lantai dapur kediamannya, lima tahun silam. "Saya menyadari agar-agar itu mirip bubur kertas. Jadi, mengapa tidak dibuat kertas? Lebih baik, daripada menebangi hutan untuk kertas," ujar You.
Dia membaca literatur dan menghubungi beberapa balai penelitian. Di Laboratorium National Chungnam, You merealisasikan mimpi membuat bubur rumput laut. Keberhasilannya didukung saran dari pakar biologi di Universitas tersebut soal karakteristik rumput laut.
Selanjutnya You menyewa pabrik selama beberapa hari untuk mencoba memproduksi kertas dari rumput laut. Ternyata dia mampu menghasilkan berlembar-lembar kertas.

Akhirnya You memegang paten atas pemrosesan rumput laut merah (Gelidium amansii dan Pterocladia lucida) jadi kertas, dari Korea Selatan dan AS. Kini dia menunggu paten serupa dari 45 negara, termasuk Indonesia.
Dipenghujung tahun 2007, You dan seorang Bos dari Samsung mengundang Kompas makan malam. Samsung salah satu raksasa bisnis dari Korea, siap mendukung You, pria tambun berpendidikan sastra ini. You berniat mendirikan pabrik kertas di Indonesia karena bahan baku rumput laut melimpah.
Beberapa tahun mendatang You akan menjadi "bintang" di kawasan ini. Pria dari kawasan subtropis ini akan menjadi "juragan" di Indonesia dengan modal kekayaan alam negeri ini. Itu terjadi karena kita lalai memahami alam Indonesia.
Belajar dari pengalaman You, timbul pertanyaan, adakah dukungan serupa dari pemerintah bagi petani-pemulia penemu varietas padi baru? Bukankah petani-pemulia merupakan inovator yang dibutuhkan dinegeri ini?
(Bersambung)
IKAN GABUS PUCUNG
14.54 | Author: Urip SR

Mencicipi Menu Khas Betawi "Ikan Gabus Bumbu Pucung"

Sudah menjadi kebiasaan apabila field trips selalu menyempatkan berburu makanan khas daerah tujuan, ini sudah komitmen sebelum berangkat. Pesan wanti-wanti agar tidak lupa untuk mencari makanan yang langka. Kali ini tujuannya hanya di Karawang bagian utara tepatnya di Desa Panyingkiran Kec, Rawamerta, Setelah melakukan aktifitas kunjungan ke lapang dan kelompok tani, biasanya pada pk.12.30 WIB perut sudah protes minta diisi.
Kebetulan rekan kerja kami bertiga adalah Pak H. Wahyudin penduduk setempat sehingga perburuan masakan khas pun tidak terlalu lama.
Akhirnya kami berempat terdampar disebuah warung kecil dipinggiran irigasi, tepatnya dipertigaan Panyingkiran-Rengasdengklok-Lemahabang Wadas.
Menu khas kali ini adalah sayur ikan gabus bumbu pucung. Menu khas ini sebenarnya masakan khas Betawi yang disebut “Gabus Pucung” yaitu ikan gabus yang dimasak dengan pucung/keluwak (mirip dengan masakan Rawon khas Jawa Timur). Satu kilogram ikan gabus, yang jumlahnya antara tiga dan empat ekor, dapat dimasak menjadi lima porsi. Seporsi sayur gabus dijual Rp. 6,000 – 12.000,- . Sedangkan gabus segar dipatok harga Rp.35.000,- per kg.
Ikan gabus memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan dijual dalam bentuk hidup, segar maupun menjadi gabus asin. Menurut pak Nana (38) salah seorang pemasok ikan gabus di warung makan, bahwa ikan gabus yang ia peroleh berasal dari tangkapan alam, bukan dari hasil budidaya. Nah, lho pantesan mahal dan tidak semua di daerah Karawang ada penyebarannya tidak merata hanya ada di Lemahabang, Rawamerta, Telaga sari dan loncak ke Bekasi di Kec. Sukatani dan pengelolanya biasanya masih keturunan Betawi.
Ikan Gabus termasuk famili Channidae dengan nama ilmiah Channa striata, dan mempunyai beberapa nama daerah antara lain ikan kutuk (Jawa), ruan/haruan (Kalimantan), dan deleg (Palembang). Ikan gabus mempunyai cirri-ciri, berwarna coklat kehitaman, bagian bawah perut berwarna cerah, sisi badan mempunyai pita yang mengarah kedepan. Bentuk kepalanya menyerupai kepala ular sehingga dalam bahasa Inggris, gabus disebut snakehead murrel.
Meskipun ikan gabus di Indonesia sangat popular dan digemari tetapi sampai saat ini ikan gabus belum banyak dibudidayakan. Ikan gabus merupakan ikan air tawar daerah tropis seperti Afrika dan Asia termasuk Indonesia. Sebagian besar produksi ikan gabus di Indonesia berasal dari tangkapan alam. Wah…lama-lama bakal punah nich..?
Dari 100 gram ikan gabus mengandung energi 74 kkal, Protein 25,2 gr, lemak 1,7 gr, kalsium 62 mg, phosphor 176 mg, besi 0,9 mg, dan vitamin A 47 RE. Disamping itu, ikan gabus merupakan satu-satunya ikan yang mempunyai kandungan albumin sangat tinggi. Albumin merupakan salah satu jenis protein penting yang sangat diperlukan tubuh manusia setiap hari, terutama dalam proses penyembuhan luka-luka.
Melihat potensi pasar yang sangat besar dan manfaatnya bagi kesehatan maka pengembangan teknologi budidaya ikan gabus di Indonesia perlu segera dilakukan agar tidak punah karena setiap hari ikan ini diburu untuk dihidangkan.
Pk. 14,00 WIB, acara makan selesai, empat porsi menu gabus pucungpun ludes, kelezatannya mampu mengobati rasa penat selama perjalanan monitoring OPT. Beruntung ibu pengelola rumah makan berbaik hati memberi resep cara mengolah ikan gabus bumbu pucung. Inilah oleh-oleh rahasia dapur si Ibu. Semoga resep ini bermanfaat bagi yang suka menyantap ikan gabus (kucing..kali..menyantap..he..he..he..).

Bahan:

3 ekor (500 gr) ikan gabus masing-masing dipotong 2 bagian

1 sendok teh air jeruk nipis

4 siung bawang putih, dihaluskan

1 sendok teh ketumbar bubuk

1 sendok teh garam

250 ml air

¼ l minyak untuk menggoreng

Bahan Kuah:

1000 ml air, 2 lembar daun salam 6 lembar daun jeruk, dibuang tulangnya

2 cm lengkuas, dimemarkan 2 btg serai,diambil putihnya,dimemarkan

1 buah tomat,dipotong-potong 2 ½ sendok teh garam

2 ¼ sendok teh gula pasir 1 batang bawang daun,dipotong 1 cm

2 sendok makan untuk menumis bawang merah goring untuk taburan.

Bumbu halus:

10 butir bawang merah

6 siung bawang putih

4 butir kemiri,disangrai

4 butir kluwek,direndam, 2 kunyit dibakar

5 buah cabai rawit merah

Cara membuat:

  1. Lumuri ikan gabus dengan air jeruk nipis, bawang putih, ketumbar bubuk, garam dan air. Diamkan 20 menit. Goreng sampai matang.
  2. Kuah: panaskan minyak. Tumis bumbu halus, daun salam, lengkuas, daun jeruk, dan serai sampai harum. Tambahkan tomat. Aduk sampai layu.
  3. Masukkan air, garam, gula pasir. Masak sampai matang. Tambahkan ikan gabus dan daun bawang. Aduk rata dan angkat.
  4. Sajikan dengan taburan bawang merah goreng
  5. Untuk 6 porsi


Selamat Mencoba…!
Referensi: Warta Pasar Ikan Edisi Okt'2007
KELOMPOK TANI "WARGI MUKTI"
07.40 | Author: Urip SR
Profil Kelompok Tani Wargi Mukti Desa Sukamerta Kec. Rawamerta

Karawang (10/12/2008) Penguatan petani melalui penumbuhan kelembagaan, merupakan hal yang tepat dan layak mendapatkan dukungan dari berbagai pihak. Muaranya adalah penguatan posisi tawar dan peningkatan pendapatan petani.
Kelompok Tani “Wargi Mukti” memang bukan hanya sebatas nama. Tetapi merupakan wadah tempat berpadunya kesadaran yang tumbuh dari bawah (petani) untuk bersatu dan bekerja keras meraih sejahtera. Kita telah berada di era globalisasi.
Dan “pemberdayaan” memang sebuah kata yang manis, meski keberhasilan upaya tersebut tidaklah semudah membalik telapak tangan. Setumpuk harapan untuk memperkuat posisi tawar dan peningkatan kesejahteraan, harus terus kita kembangkan secara mandiri. Bersatu, bekerjasama dan saling membantu, akan membuat kita kuat.
Mampukah KT Wargi Mukti menjadi salah satu aset pembangunan SDM pertanian di Karawang atau bahkan nasional? Inilah tantangan sang ketua dan anggota KT wargi mukti, ditangan H. Umar Syahid (42), harapan ini akan diraih meskipun jalan itu masih terlalu panjang, sebagai ketua kelompok tani WARGI MUKTI yang baru berdiri pada bulan Agustus 2008, ia menyadari betul bahwa masih membutuhkan bimbingan teknis dari para aparat di lapangan (PPL dan POPT) kelompok tani ini memproklamirkan diri sebagai kelompok tani semi organik (secara bertahap menuju organik) karena untuk 100% organik belum siap prasarananya. Sebagai kelompok tani rintisan tentu banyak kendala yang dihadapi, baik dari perseorangan maupun dari kelompok. Secara administrasi kelompok tani ini berdiri dilingkungan pondok Pesantren Tarbiyatul Athfal yang dikelola oleh Yayasan Annihiyah, pengelolaan lahan yang menjadi tanggung jawab kelompok tani wargi mukti meliputi luas: 40 Ha lahan sawah milik keluarga pesantren, 50 Ha lahan sawah milik masyarakat, dan 25 Ha lahan sawah milik orang tua wali murid.
Kelompok tani wargi mukti mempunyai laboratorium lapang seluas 6x6 m sebagai tempat percobaan perbanyakan agens hayati dan bahan pengendali OPT alami serta pembuatan kompos jerami untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Beberapa agens hayati yang sudah diperbanyak disini antara lain Corynebacterium, Pseudomonas fluorescens (PF), Beauveria bassiana, Metarrhizium sp, dan pestisida nabati.
Pak Haji Umar Syahid sendiri mengelola lahan seluas 2,8 ha yang ditanami padi secara semi organik dengan tanam bibit sebatang. Pemupukan organik menggunakan kompos jerami sebanyak 3 ton hasil dari rumah kompos yang dikelola bersama kelompok taninya.
Untuk sementara kebutuhan kompos hanya untuk memenuhi kebutuhan kelompoknya namun tidak mustahil suatu saat bersama binaannya akan mampu menghasilkan kompos untuk seluruh anggotanya. Menurut pak haji sudah saatnya kita mengurangi ketergantungan akan pupuk anorganik (pupuk pabrikan). Ini akan dilakukan pada kelompoknya terlebih dahulu. Awal mula ketertarikan pak haji terhadap pertanian organik dimulai dari hobinya membaca literatur mengenai padi organik, keyakinan itu bertambah tebal manakala pak haji mendapat kesempatan menimba ilmu organik menjadi peserta magang di Ciamis yang diselenggarakan oleh IPPHTI.
Tekad pak haji ingin merubah image kota Karawang sebagai kota yang terkenal akan “Goyang Karawang” yang berkonotasi negatif menjadi kota lumbung padi organik.
Harapan itu tidaklah berlebihan apabila mulai dari kelompoknya berusaha keras mewujudkan keinginannya yang luhur. Selama ini hasil padinya per hektar 6 ton dengan modal 10 juta, dan hasilnya 12,5 juta, jadi ia hanya mendapatkan keuntungan cuma 2,5 juta selama satu musim tanam. Keuntungan yang sangat minim yang tidak sesuai dengan jerih payahnya. Dalam perenungannya pak haji tidak menyerah begitu saja, ia memutar otak bagaimana caranya memenuhi kebutuhan pupuk sendiri tanpa 100% tergantung pada pupuk pabrikan dan kalau bisa mengurangi biaya produksi tetapi hasilnya tidak berkurang. Ia menyadari betul bahwa apabila bertani padi organik tidak serta merta hasilnya akan naik tetapi selama tahun ketiga hasilnya akan menurun tetapi lambat laun akan naik produksinya karena kondisi tanah yang kembali subur secara alami, kondisi tanahnya sehat produksinya ramah lingkungan, begitu ia berharap.
Ngobrol bersama pak Haji sungguh mengasyikan dan termasuk orang yang jeli, menurut pak haji di sawah sebenarnya sehabis panen sudah tersedia pupuk dalam bentuk jerami. Dalam satu hektar panen sawah akan meninggalkan kurang lebih 15 ton jerami. Menurut penelitian dalam setiap ton jerami jika diolah akan memberikan pupuk setara dengan 23,5 kg urea, artinya setiap panen sawah sudah menyediakan 15 tonX23,5 kg urea = 362,5 kg urea. Pengolahan tidak susah, cukup menggunakan Trichoderma agens hayati multiguna karena selain mempercepat proses pelapukan sehingga efektif untuk pembuatan pupuk bokhasi selain itu juga berfungsi sebagai musuh alami cendawan-cendawan penyakit tanaman. Untuk itu pak Haji berterima kasih kepada Bu Lilik dan kawan-kawan yang mengajarkan cara memperbanyak Trichoderma sp. (Maksudnya Ir. Lilik Retnowati, Cahyadi Irwan, Wahyudin).
Diakhir obrolannya pak haji memberikan slogan ”Padinya Organik, Petaninya Enerjik, Obatnya Generik” entah apa maksudnya tetapi kalau diterjemahkan barangkali seperti ini, bahwa padi yang dihasilkan organik bebas pestisida menjadi makanan sehat sehingga tubuh petaninya menjadi enerjik, kuat, dan pengobatannya generik artinya biaya pengendalian OPTnya murah karena membuat ramuan pestisida nabati sendiri.
Begitulah kira-kira...!

Ucapan terima kasih kepada Tim Surveilans: Lilik Retnowati, Cahyadi Irwan, H. Wahyudin dan Tim Supervisi Pina. Tak lupa POPT Bpk Ahmad Nurdin dan Pak Endoh yang punya wilayah, serta untuk Pak Haji Umar selamat berjuang dan berkarya....
AWAL MULA AKU MENGENAL WEB
06.36 | Author: Urip SR
Sebuah wujud keinginan untuk pencitraan diri dalam pencarian identitas.

”Pentingnya menunjukkan siapa diri kita sebenarnya, spesifik, dan sedikit bombastis, akan menjadikan eksistensi keahlian kita bisa terlihat dengan jelas di dunia maya. Perlunya menunjukkan diri pada dunia bahwa secara individu kita bisa memberi, dan secara jejaring kita bisa berbagi. Menuliskan banyak hal dalam blog adalah proses memberi dan berbagi, dan saat itulah kita membangun citra diri.”

Penggalan kalimat tersebut diatas adalah cuplikan dari tulisan PERLUNYA PENCITRAAN DIRI di hartanto.wordpress.com, sangat menarik tulisan dari Pak Hartanto ini bahkan secara individu saya merasa dekat sekali dengan Pak Har (panggilan akrab saya terhadap beliau) padahal proses perkenalannya adalah seumur jagung, tetapi rasa dekat dan empati saya terhadap beliau (untuk orang yang saya hormati) seakan sudah kenal begitu lama.
Proses kenalnya berawal dari pra workshop, yaitu institusi tempat kerja Pak Har (BPPT) mengadakan kerja sama dalam rangka pengenalan Radar Harimau (Hydrometeorological ARay for Intraseasonal variation Monsoon Automonitoring) yang berlokasi di Serpong, Jawa Barat.
Seringnya bolak-balik Pak Har ke Jatisari, dan beliau adalah salah satu pemateri dan pemandu pada acara Workshop ”Radar Cuaca untuk Peramalan OPT” , sehingga saya sering berjumpa dengan beliau. Perjumpaan di ruang seminar kemudian berlanjut dengan seringnya saya berkunjung ke web hartanto.wordpress.com menyebabkan saya merasa dekat apalagi Pak Har membantu mengajari bagaimana menulis ilmiah yang populer sehingga enak dibaca, dan tidak menggurui. Menulis apa adanya dengan bahasa keseharian (bahasa gaul), mengalir seperti air, tidak menggurui bisa mendekatkan kita kepada audiens, dengan kata lain bahasa yang renyah (kaya keripik singkong he..he..he) demikian kata Pak Har dalam salah satu tipsnya di web saya (saungurip.blogspot.com).
Sepenggal kisah awal perkenalannya saya dengan dunia maya melalui web adalah sewaktu mengikuti pelatihan yang diadakan oleh Sekretariat Direktorat Jenderal Tanaman Pangan (Setditjen TP) tentang ”Pembuatan Web, dan Pemeliharaan Jaringan di Internet” yang berlangsung 3 hari di jakarta (maaf tanggalnya saya lupa). Pelatihan ini sangat membekas dibenak saya, dan timbul semangat saya untuk segera mengusai materi ini dan mencobanya dirumah (waktu itu dirumah belum ada fasilitas internet). Bagaimana mewujudkan impian itu, apalagi dukungan anak saya yang sulung yang hobinya nge-blogging. Saya harus menyediakan dana, beruntung tetangga saya ada yang punya warnet, akhirnya saya utarakan niat saya bagaimana caranya dengan dana yang minim tapi bisa menikmati layanan internet tanpa harus pergi ke ”Warnet”.
Akhirnya saya disuruh membeli alat TP-LINK 54M Wireless USB Adapter model TL-WN321G yang dipasang sebagai pemancar untuk menangkap signal dari koneksi jaringan yang ada di Caca Link (tetangga saya). Beres lah akhirnya saya sekeluarga bisa berselancar di dunia maya dengan dana yang murah meriah. Begitulah ceritanya.
So, hobiku pun bisa tersalurkan, kebetulan (serba kebetulan ya, jangan-jangan hidup ini juga kebetulan he...he...he) PERLUNYA PENCITRAAN DIRI.
Memang repot apabila di jaman yang digital ini kita belum mempunyai e-mail, beberapa teman diluar sana asyik ngobrolin pekerjaan via e-mail, sementara kita masih asing dengan hal semacam itu...wah benar-benar gaptek...ibarat kata seperti katak dalam tempurung....(Ini ada cerita: temanku punya teman ditempatnya dia bekerja sang Bos dan bos2 kecil lainnya ahli ngomongin perjalanan dinas, dari seminar ini sampai seminar itu, dari ratek anu sampai ratek ini, hari-harinya penuh dengan perjalanan dinas apalagi kalau berhubungan dengan SPPD wah..jago banget dia, Tapi begitu ditanya soal e-mail maupun web...Jawabnya diluar dugaan, ”......wah ga ada waktu tuh, mana sempat...?”)
Cerita temanku yang punya teman itu mudah-mudahan tidak terjadi di kantor anda? Terkadang keinginan untuk maju itu belum tentu didukung oleh sang Big Bos, terlalu naif memang pemikirannya. Entah apa isi tempurung kepala sang bos...keinginan maju anak buahnya tidak diakomodir, walah...”jangan2 isi kepalanya hanya kertas-kertas kosong yang tiada berguna,..he..he..he...”.
Sepenggal kisah awal perkenalannya saya dengan dunia maya ditutup dengan cerita satire temanku punya teman dan temannya punya cerita, dengan sedikit harapan semoga cerita tersebut diatas hanyalah bohong belaka (maaf barangkali ada yang tersinggung) karena sesungguhnya kita sebagai anak manusia seharusnya mempunyai ”Makna dan Tujuan” hidup. Ada beberapa pertanyaan mendasar yang perlu dicermati dalam hidup ini yakni: Apakah benar manusia di dunia ini terjadi secara kebetulan belaka, tanpa makna apapun dan tanpa tujuan sama sekali?


RADAR CUACA UTUK PERAMALAN OPT

Bahan tulisan ini diunduh dari: hartanto.wordpress.com

Foto: Pak Hartanto sebagai narasumber pada (pengenalan alat) materi tambahan merekam spektral daun padi yang terserang OPT.

Ini adalah kegiatanku sewaktu menjadi peserta pada acara Workshop: Radar Cuaca untuk Peramalan OPT yang berlangsung pada tanggal 24 sampai dengan 27 Nopember 2008 yang lalu. Acara ini terselenggara atas kerjasama antara Pusat Teknologi Inventarisasi Sumberdaya Alam (PTISDA, BPPT) dan Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan (BBPOPT) Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Departemen Pertanian.

Materi yang dibahas pada acara pertemuan tersebut antara lain:

  • Program HARIMAU (Hydrometeorological ARay for Intraseasonal variation Monsoon AUtomonitoring) terkait dengan aplikasi dari data Radar Cuaca.
  • Kebijakan Departemen Pertanian terkait masalah perlindungan tanaman (khususnya padi) dari hama dan penyakit tanaman.
  • Penelitian dan Peramalan hama dan penyakit tumbuhan (OPT, Organisme Pengganggu Tumbuhan) oleh Balai Besar Peramalan OPT Jatisari.
  • Ketersediaan data pendukung di BMKG.
  • Bacterial Leaf Blight (BLB, atau juga dikenal dengan nama HDB atau Kresek), penyakit padi yang sedang “naik daun” serangannya pada beberapa tempat di Indonesia.
  • Teknologi Radar Cuaca, yang dapat mengetahui Curah Hujan dengan cepat pada cakupan yang luas.
  • Penggunaan Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk memadukan informasi cuaca dan informasi serangan OPT.
  • Penggunaan program aplikasi SIG berbasis open source.

Kegiatan lokakarya ini juga dilakukan di luar ruang, yaitu di daerah persawahan Desa Sukamakmur Kecamatan Telukjambe Timur (Kabupaten Karawang) dan Desa Hegarmanah Kecamatan Cikarang Timur (Kabupaten Bekasi). Pada kegiatan ini dilakukan:

  • Penggunaan GPS dengan benar, dan membaca peta acuan dengan cepat.
  • Pengenalan dan Perekaman OPT BLB.
  • Memadukan informasi yang diperlukan oleh SIG dan informasi OPT.
  • Sensor diarahkan pada obyek sepenuhnya

Pengenalan dan perekaman OPT Padi

Selain mendapatkan penjelasan materi tersebut diatas, juga ada bonus tambahan materi yaitu ”Merekam Spectral OPT Padi” dalam hal ini tanaman padi yang terserang penyakit KRESEK/BLB dengan peralatan yang digunakan adalah Fiber Optic Spectrometer dari OceanOptics jenis USB4000. Spectrometer ini mempunyai julat rekam panjang gelombang dari 200 - 1.100 nm, dan berukuran 89.1 mm x 63.3 mm x 34.4 mm dan mempunyai berat 190 gram. Cukup ringan dan mudah digenggam tangan. Spectrometer ini juga dilengkapi dengan Collimating lens, dan White Reflectance Standard dengan Spectralon.

Selain itu peralatan yang digunakan adalah Mini-laptop (bawa 2 buah: tablet PC Samsung Q1 dan eeePC Asus; batere masing-masing tahan sekitar 2 jam) sebagai pengendali perekaman (dengan peranti lunak tertentu) dan tempat penyimpan hasil (plus eksternal HD sebagai pemyimpanan backup hasil), GPS sebagai perekam koordinat lokasi, dan kamera dijital untuk merekam obyek yang direkam spektralnya.

Praktek perekaman spectral terhadap OPT padi ini pada tanggal 27 Nopember 2008, dengan lokasi praktek di Desa Sukamakmur, Kec. Telukjambe Timur Kab. Karawang. Selain pengukuran yang dilakukan dengan super serius, karena memang berpacu dengan awan (pengukuran harus pada kondisi bebas awan), namun sayang, apa mau dikata diatas langit sana awan mulai nakal membayangi langkak kami sehingga praktekpun ditunda, hanya pengenalan alat dan cara operasionalnya. Seperti kata Pak Hartanto kalau mau merekam spectral padi “matahari harus cerah, ga pakai awan” ibarat kata seperti kalo pesen makanan, “pesen bakso, gak pake lama”…(Sumber: Matahari ga pakai awan: hartanto.wordpress.com)

Saat awan berjalan melintas di angkasa, maka pengukuran segera dihentikan. Hanya praktek pengenalan alat dan cara operasional dilakukan secara darurat diatas kap mobil Kijang, walaupun serba darurat tetapi peserta tetap antusias. (Maklum hal baru yang menarik, jarang sekali mendapat ilmu seperti ini).

Hal yang perlu diperhatikan pada saat pemasangan alat adalah sebagai berikut:

  • Memastikan spektrometer telah terkoneksi baik, via kabel USB, dengan komputer (mini-laptop), dan telah dikenali oleh peranti lunak (dalam hal ini adalah SpectraSuite, bawaan dari USB4000).
  • Melakukan pengukuran referensi putih dan hitam, perhatikan kondisi cuaca.
  • Melakukan pengukuran pada obyek yang dimaksud, dengan memerhatikan:
    • Sudut sensor terhadap bidang datar berkisar 45 - 90 derajat.
    • Obyek tidak tertutup bayangan (alat ataupun benda lain).
    • Jarak sensor ke obyek sekitar 10 - 20 cm.

Lokakarya:
Teknologi Radar Cuaca untuk Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT)

Tersedianya data dan informasi yang berlimpah tentang satu hal tidak akan berguna jika tidak dibarengi dengan pengaplikasiannya pada bidang yang tepatguna dengan efektif. Program Tematik HARIMAU BPPT merupakan salah satu program tematik yang membangun satu sarana penghasil data cuaca dengan teknologi Radar Cuaca (Band C). HARIMAU sendiri merupakan kepanjangan dari (Hydrometeorological ARay for Intraseasonal variation Monsoon AUtomonitoring) dan saat ini mempunyai Radar Cuaca yang berlokasi di Serpong, Jawa Barat.

Data yang dihasilkan adalah data Cuaca yang antara lain meliputi: curah hujan dan kecepatan angin. Area yang terliput oleh radar ini, saat ini, adalah beradius 100 km dari stasiun tersebut berada. Ini berarti sebagian besar Provinsi Banten dan Jawa Barat terliput. Resolusi temporal dari sapuan radar tersebut adalah 6 menit, sehingga ini berarti dalam tiap 6 menit kondisi cuaca dapat terpantau.

Pada tahun 2008, Program Tematik HARIMAU mencoba mengolah data yang dihasilkan oleh stasiun Radar Cuaca ini menjadi informasi yang dapat dimanfaatkan dibidang pertanian. Oleh karena itu dalam salah satu work package program ini, khususnya bidang aplikasi Radar Cuaca, mencoba membangun aplikasi peramalan untuk memperkuat system peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) yang telah ada. Untuk itu PTISDA (Pusat Teknologi Inventarisasi Sumberdaya Alam, yang mengkoordinasi Program HARIMAU), bekerjasama dengan Balai Besar Peramalan OPT Jatisari mengadakan Lokakarya tentang Teknologi Radar Cuaca untuk Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT).

Tujuan lokakarya ini adalah untuk memperkenalkan teknologi Radar Cuaca, keberadaan data cuaca, dan informasi yang dapat dihasilkan dengan mengabungkan data cuaca dan data OPT melalui Sistem Informasi Geografis (SIG). SIG diharapkan dapat menjadi salah satu penghubung yang efektif sehingga mempermudah dalam pengembangan peramalan OPT dimasa yang akan datang. Semoga....!

Terima kasih kepada Tim BPPT (Pak Fadly, Pak Yudi, Mbak Reni/Ina)

Dan Spesial untuk Pak Hartanto Sanjaya, sukses selalu untuk bapak.

Referensi:

Hartanto.wordpress.com (Lokakarya memadukan makro dan mikro dan

Matahari ga pakai awan)

Meraih Angan di Hutan Sengon
07.31 | Author: Urip SR
Menanam Sengon Untuk Menambah Penghasilan Sampingan

Pekalongan (27/11/2008) Tanaman sengon (Albazia = Paraserianthes faltacataria orang Sunda menyebut jeunjing laut, di tanah Ternate disebut Tawa (ga nyambung kan?) Tapi ”What its name?” , apalah arti sebuah nama, yang jelas dari tanaman ini akan dikupas dari sisi bisnisnya yang cukup menjanjikan, banyak orang kaya baru (OKB) di wilayah Kajen, Pekalongan , Jawa Tengah gara-gara menanam sengon ini. Ini merupakan catatan tercecer saya selama ekspedisi pest list, dibuang sayang lebih baik didokumentasi aja di web blog tentu akan bermanfaat bagi orang lain minimal untuk diri sendiri.
Sengon dalam bahasa latin disebut Albazia = Paraserianthes falcataria, termasuk famili Mimosaceae, keluarga petai – petaian. Di Indonesia, sengon memiliki beberapa nama daerah seperti berikut :
a. Jawa :jeunjing, jeunjing laut (sunda), kalbi, sengon landi, sengon laut, atau sengon sabrang (jawa).
b. Maluku : seja (Ambon), sikat (Banda), tawa (Ternate), dan gosui (Tidore)
Bagian terpenting yang mempunyai nilai ekonomi pada tanaman sengon adalah kayunya. Pohonnya dapat mencapai tinggi sekitar 30–45 meter dengan diameter batang sekitar 70 – 80 cm. Bentuk batang sengon bulat dan tidak berbanir. Kulit luarnya berwarna putih atau kelabu, tidak beralur dan tidak mengelupas. Berat jenis kayu rata-rata 0,33 dan termasuk kelas awet IV - V.
Kayu sengon digunakan untuk tiang bangunan rumah, papan peti kemas, peti kas, perabotan rumah tangga, pagar, tangkai dan kotak korek api, pulp, kertas dan lain-lainnya.
Tajuk tanaman sengon berbentuk menyerupai payung dengan rimbun daun yang tidak terlalu lebat. Daun sengon tersusun majemuk menyirip ganda dengan anak daunnya kecil-kecil dan mudah rontok. Warna daun sengon hijau pupus, berfungsi untuk memasak makanan dan sekaligus sebagai penyerap nitrogen dan karbon dioksida dari udara bebas.
Sengon memiliki akar tunggang yang cukup kuat menembus kedalam tanah, akar rambutnya tidak terlalu besar, tidak rimbun dan tidak menonjol kepermukaan tanah. Akar rambutnya berfungsi untuk menyimpan zat nitrogen, oleh karena itu tanah disekitar pohon sengon menjadi subur.
Dengan sifat-sifat kelebihan yang dimiliki sengon, maka banyak pohon sengon ditanam ditepi kawasan yang mudah terkena erosi dan menjadi salah satu kebijakan pemerintah melalui DEPHUTBUN untuk menggalakan ‘Sengonisasi’ di sekitar daerah aliran sungai (DAS) di Jawa, Bali dan Sumatra.
Bunga tanaman sengon tersusun dalam bentuk malai berukuran sekitar 0,5 – 1 cm, berwarna putih kekuning-kuningan dan sedikit berbulu. Setiap kuntum bunga mekar terdiri dari bunga jantan dan bunga betina, dengan cara penyerbukan yang dibantu oleh angin atau serangga.
Buah sengon berbentuk polong, pipih, tipis, dan panjangnya sekitar 6 – 12 cm. Setiap polong buah berisi 15 – 30 biji. Bentuk biji mirip perisai kecil dan jika sudah tua biji akan berwarna coklat kehitaman,agak keras, dan berlilin.

Selepas sholat dzuhur matahari siang itu begitu teriknya, namun karena dibawah lebatnya ponon durian sehingga rasa panas terhalang oleh kanopi daun yang lebat. Pemandu kami Pak Haji Badri mengajak istirahat sejenak di saung (gubuk kecil ditengah tegalan/kebun). Sekitar 200 meteran dari saung/gubuk terlihat sawah terassering sedang menguning, tak jauh dari sawah tersebut sederetan pepohonan sengon berjejer rapi dengan jarak tanam 3x3 m tumbuh subur menjulang tinggi. Ada sekitar 200 pohon sengon sengaja di tanam di tanah sawah, wah..., telah terjadi alih fungsi lahan disini rupanya, aku menggerutu sendirian. Sawah produktif telah disulap menjadi kebun sengon. Rasa penasaran akhirnya membawaku ke diskusi kecil bersama Pak Haji.
”Kenapa terjadi alih fungsi lahan Pak?”
”Apa motivasi mereka Pak?”
Sederetan pertanyaan saya luncurkan ke Pak Haji yang tahu banyak masalah bisnis sengon di wilayah ini. Berikut penuturannya.
”Semua terjadi karena faktor ekonomi, tanam sengon lebih menguntungkan, tanam tanpa perawatan paling lama 7 tahun memetik hasil”. Demikian kata Pak Haji.
Angin berhembus perlahan, aku termenung...dalam hati aku membenarkan semua kata-kata Pak Haji. Bagaimana tidak tergiur sederetan pohon sengon yang berumur tujuh tahunan dengan diameter batang 70 – 80 cm laku dijual Rp.200.000,- per glondong, di kebun yang luasnya kurang lebih 0,5 hektar itu populasi pohon sengon 200 batang.
Dari hasil penjualan kayu sengon glondongan itu petani mampu menghasilkan 40 juta sekali panen. Sedangkan bonggol sengon sisa penebangan masih bisa tumbuh (trubus) lagi sekitar 2-3 tahun bisa panen, ditebang untuk keperluan industri kertas dan kayu lapis.
Pertumbuhannya yang cepat dan tanpa perawatan menghasilkan pundi-pundi rupiah yang banyak menyebabkan beberapa petani disini merelakan sawahnya ditanami sengon.
Jelas faktor ekonomi bermain disini, betapa menggiurkan berusaha tani sengon, banyak orang-orang disini meraih angan dengan menanam sengon. Dengan batang sengon ini banyak yang naik haji, membeli mobil, motor atau bahkan meluaskan usaha kebunnya dengan menyewa lahan lainnya.
Kebun sengon yang paling luas adalah di Kec. Doro, berdasarkan hasil wawancara dengan petani dan keliling selama perjalanan ternyata dari budidaya sengon ini juga saling terkait dengan bisnis lainnya seperti bisnis penjualan bibit sengon, usaha penggergajian kayu dan jasa pengepul kayu glondongan.
Geliat roda ekonomi di kecamatan ini begitu pesatnya, seiring kemajuan jaman yang terus berjalan tanpa berhenti.
Dari usaha bibit sengon ini saja produksi lokal tidak mencukupi permintaan pasar yang semakin tinggi sampai didatangkan dari daerah lain (Weleri, Kendal). Harga bibit sengon berkisar antara Rp.500 – 1000,- perbatang tergantung panjang bibitnya.
Usaha penggergajian pun tidak kalah sibuknya, setiap hari mesin-mesin penggergajian memotong-motong glondongan kayu sengon sesuai permintaan. Pemilik usaha ini pun menangguk rezeki dari booming kayu sengon. Dari 1 meter kubik ongkos gergaji dipatok harga Rp. 75.000,- (1 meter kubik berisi 20 glondong kayu berdiameter 20 cm).
Untuk membuka usaha ini tidak gampang karena setiap pengusaha harus mengikuti pendidikan dan latihan (Diklat) selama 16 hari yang diselenggarakan oleh Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Tengah. Seperti hasil penuturan Sudiharto (34) salah satu pengusaha yang ditemui penulis. Bahwa untuk mengikuti diklat ini mereka harus mengeluarkan kocek sekitar Rp. 7 juta dengan meteri pelajaran antara lain: 1) Pengenalan jenis kayu, 2) Pengenanalan kualitas kayu, 3) Cara menghitung kubikasi kayu olahan, dan 4) Mendapat sertifikat sebagai usaha penggergajian yang legal (karena bisa memproses/mengeluarkan surat semacam SAKO*) untuk petani yang menggunakan jasa ini. Karena menebang pohon sengonpun tidak sembarangan harus ada ijin dan produk kayu olahannya harus mendapatkan legalitas dari pengusaha penggergaji yang telah ditunjuk oleh Dinas Kehutanan (Perizinan mengolah kayu dari hutan rakyat).
Walaupun tumbuh dipekarangan sendiri apabila mau ditebang wajib lapor ke Dinas terkait, dan Rumah penggergajian akan mengeluarkan surat yang menjelaskan asal usul kayu (hal ini diterapkan untuk menghindari ilegal logging).
Angin kembali bertiup, langit cerah berawan menutupi sinar matahari yang mulai redup, tak terasa waktu menunjukkan pk.15.30 WIB, obrolan menjelang sore itu ditutup dengan sebatang jie sam soe yang mulai mengepul ke awan terbang membawa sejuta angan di hutan sengon. Ah,..betapa manisnya meraih angan.(USR)

Ket: SAKO = Surat Angkut Kayu Olahan
FotoSengon diunduh dari Indonetwork

Ucapan terima kasih kepada Bpk H. A Badri, Mas Sudiharto di Desa Rogoselo, Kecamatan Doro, Pekalongan. Sekali lagi trima kasih banyak atas segala informasinya. Lain kali saya akan datang lagi. Mungkin mau hunting foto
SPIRITUALITAS PERTANIAN
06.55 | Author: Urip SR

(Diunduh dari "Bisikan Alam" nya Eka Budianta Kolomnis Majalah Trubus.
Lagi-lagi kita melihat yang tidak teraba dari dunia pertanian. Inilah yang sesungguhnya mahal, tidak mengenal batas pasar, bersifat rohani, dan mungkin abadi. Dalam pedesaan Jawa, Bali, Sumatera, dan Sulawesi tentu ada juga produk-produk spriritual agrikultur seperti itu. Tarian, lukisan legenda, musik, bahkan aneka ragam permainan dari dunia tani dapat diekspor kemana saja. Bubu, penangkap ikan dapat dijadikan asesoris restoran. Lesung dan garu dapat jadi perhiasan di hotel. Kisah-kisah Dewi Sri yang melindungi padi dapat difilmkan, ditulis sebagai buku, dijadikan tema turnamen kecantikan.
Kekayaan etnis ini juga yang menjadi inspirasi dan diolah secara brilian oleh produk-produk Sariayu Martha Tilaar. Itulah yang sesungguhnya wajar dan sangat potensial di Indonesia. Produk budaya sawah, ladang, sungai, hutan, dan laut kita yang tak terukur adalah mantra, dongeng, dan berbagai kearifan lokal. Contohnya dapat kita rasakan pada upacara memanggil hujan, sedekah laut, ruwatan bumi, bahkan pelayanan jasa pawang ular, pawang hujan, pawang harimau, dan seterusnya.
Dalam bentuk yang lebih populer kita melihat wisatawan mengenakan ulos pada saat ikut menari di Tapanuli, atau memakai selendang ketika masuk pura di Bali. Pengalaman agrokultural itulah yang dapat ditawarkan dalam paket-paket agrowisata , maupun untuk memperkaya dialog budaya dan pengembangan peradaban multikultural.
Gejala lain yang menggembirakan adalah semakin bertambahnya jumlah taman, kebun raya, arboretum, dan lembaga-lembaga yang mengembangkan kecintaan pada flora dan fauna. Apakah ini isyarat manusia mulai berhati-hati sebelum tersesat terlalu jauh kedalam dunia maya, atau kehidupan virtual?
Bahkan dunia pertelevisian pun, program-program yang menjual alam semakin digemari. Ada saluran televisi khusus yang bicara tentang hewan (Animal Planet) atau alam secara keseluruhan (Discovery, Travel and Living, dan National Geographyc).
Majalah-majala pertanian juga muncul bermacam-macam pilihan, baik yang orisinal, produk asli, maupun terjemahan. Artinya apa? Alam, lingkungan hidup, semakin membuktikan diri tidak hanya dikonsumsi oleh badan manusia dalam bentuk produk-produk jasmani, materi, tapi juga yang imateri, spiritual, dan untuk konsumsi intelektual.
Sudah waktunya Indonesia memperkaya dan meningkatkan kesungguhan dalam memproduksi tayangan kisah petualangan, wisata, dan siaran daerah dengan informasi yang lebih mendalam.
Kita mengenal praktek-praktek yang terkadang dianggap ghaib, seperti kemampuan memanggil ikan, bicara dengan pohon, menjinakkan buaya, dan berkomunikasi dengan tanaman. Tentu bukan untuk menanamkan takhayul dan kembali ke alam mistis, melainkan untuk memperkaya dan menyegarkan kembali khasanah budaya, khususnya yang terkait dengan pertanian.
Singkatnya, generasi penerus mesti diakrabkan lagi dengan lambaian bunga, desir ombak, tangis satwa, dan bisikan alam. Pada masa lalu, ketika harimau jawa masih belum punah, konon hubungan masyarakat dan hewan lebih baik. Kita tidak boleh menyebut ”harimau” pada saat masuk hutan. Di Jawa, kita diminta memanggil harimau dengan ”kyai” atau ”simbah”. Di Sumatera ”kakak” atau ”datuk”.
Bagaimana caranya? Ada simbol-simbol komunikasi yang dipasang dirumah. Misalnya seikat ilalang dan bumbung bambu. Sama seperti kalau ada pengantin, di depan rumah perlu dipasang janur, daun kelapa muda, sebagai tanda ada keramaian. Itulah contoh khasanah budaya pertanian yang terus dijunjung tinggi hingga sekarang.
Maka, berbahagialah Anda bila menemukan anak manusia yang sensitif pada bahasa alam.
Dia akan mampu membaca tanda-tanda dan isyarat kehidupan secara lebih cermat, lebih intim, untuk kemaslahatan banyak orang. Sudah waktunya teman-teman yang punya bakat khusus, bisa memanggil ikan di laut, mengerti arah angin, dan isyarat akan terjadinya gempa bumi, gunung meletus, dan bencana alam lainnya tampil dan mengajarkan ilmunya.
Bukan tidak mungkin, kesenjangan hubungan antara manusia dan alam telah memunculkan problem yang tidak tertangani seperti penyakit baru, flu burung, ancaman peralihan musim yang tidak menentu. Kalau saja kita mau belajar mencermati alam dengan ”ilmu titen”, masyarakat yang terbentuk akan lebih bijaksana, melebihi juru kunci Gunung Merapi yang terkenal, yaitu Mbah Marijan. Dialah yang memperkaya dunia modern dengan kearifan tradisonal.

(Disarikan dari ”Bisikan Alam” Tulisan Eka Budianta, Sastrawan, Direktur Ekskutif Tirto Utomo Foundation, Kolomnis Majalah Trubus. Dimuat di Majalah Trubus 441-Agustus-2006)