MENYUSURI BANJIR DI BUMI SRIWIJAYA
20.29 | Author: Urip SR

Episode Surveilans OPT Serealia di Palembang, 16 – 19 Desember 2008


Jam menunjukkan pukul 13.10 WIB saat pesawat Lion Air mendarat mulus di Bandara Internasional Sultan Mahmud Badarudin II (SMB II), saat itu langit cerah berawan, perjalanan dari Jakarta menuju Palembang hanya ditempuh 50 menit melintasi Laut Jawa.

Begitu aba-aba dari pramugari, bahwa para penumpang dipersilahkan meninggalkan pesawat secara teratur maka satu persatu penumpang turun menuju Bandara SMB II dengan teratur. Para penjemput berderet di pintu keluar sambil sesekali ada yang menunjukkan karton tebal bertuliskan nama seseorang. Sambil menunggu bagasi bawaan, sesekali aku melirik “penjemput” karena aku pun dijemput oleh petugas dari Balai Perlindungan Tanaman Pangan & Hortikultura (BPTPH) Palembang, via telepon selular Ibu Dewi akan menjemput tetapi karena tidak kenal wajah sehingga proses pencarian pun cukup memakan waktu, beruntung pesan wanti-wanti dari Ibu Dewi aku turuti, agar memakai baju seragam Deptan.

Inilah manisnya membina pertemanan, begitu keluar dari pintu bandara, sapaan akrab keluar dari seorang wanita paruh baya, ” Pak Urip, ya?, Selamat Datang di Bumi Sriwijaya”, sapanya sopan.

Tanpa ba-bi-bu lagi aku bergegas masuk menuju Kijang LSX BG.2078.Z, mobil pun meluncur menuju markas POPT di BPTPH Palembang. Dengan lincahnya sang Driver “Marpin Efendi” menembus padatnya lalu lintas Palembang. Belakangan mobil kijang ini menemani perjalananku di bumi Sriwijaya untuk monitoring OPT dan fenomena iklim (baca: bencana banjir).

Selasa 16/12/2008, Pk. 14.30 WIB

Sampai di Kantor BPTPH Palembang.

Sebenarnya perjalanan dari Bandara SMB II menuju BPTPH hanya ditempuh kurang lebih 20 menit, waktu lamanya ada di Bandara, karena harus reconfirm dulu di loket Lion Air karena aku sudah memesan tiket untuk pulangnya.

Bla-bla-bla… sambutan tuan rumah dengan ramahnya menyambut kedatanganku berdua (kolegaku Devied Apriyanto).

Faktor non teknis yang perlu diutamakan setiap melakukan surveilans adalah “sowan” kepada tuan rumah menceritakan maksud dan tujuan dari surveilans ini.

Surveilans kali ini Surveilans OPT Serealia dengan melakukan pengamatan keliling/patroli untuk mengetahui tanaman terserang dan terancam, luas pengendalian, bencana alam, serta mencari informasi tentang penggunaan, peredaran dan penyimpanan pupuk dan pestisida. Pengamatan keliling atau patroli dilaksanakan dengan menjelajahi wilayah pengamatan. Karena luasnya wilayah Palembang dan jarak antar kota Kabupaten yang jauh (kab terdekat ditempuh 4 jam dan terjauh 12 jam) berbeda dengan kota kabupaten di Pulau Jawa yang saling berdekatan. Strategi pun diambil setelah berdiskusi dengan petugas BPTPH (Bp. Imam Muhayani, staf teknis BPTPH dan Sunarto Kusno Koordinator POPT Kab. Ogan Ilir) hanya 2 (dua) kabupaten yang akan disurvey yakni Kab. Ogan Ilir (OI) adan Kab. Ogan Komering Ilir (OKI).

Rabu 17/12/2008, Pk. 06.00 WIB

Base Camp Rumah Hijau

Jl. Jend. Sudirman Km.5 Palembang

Sebelum melaksanakan surveilans Pak Imam Muhayani mengadakan kontak via selular dengan Koortikab yang nantinya menjadi pemandu, karena koortikab ini yang mengkoordinir POPT di wilayahnya sehingga sebagai sumber yang layak dipercaya, untuk memperoleh informasi tentang adanya serangan OPT, bencana alam (banjir) dan kegiatan pengendalian di wilayah kerjanya. Informasi penting dari pemandu digunakan untuk menentukan daerah yang dicurigai dan mengkonsentrasikan pengamatan. Penentuan daerah yang dicurigai didasarkan pada kerentanan varietas yang ditanam terhadap OPT utama di daerah tersebut, stadia pertumbuhan tanaman dan jaraknya terhadap sumber serangan.

Menyusuri wilayah kabupaten pemekaran dari Kab. OKI ini terasa cukup lama sekali, jalan aspal yang sempit, harus bersabar dengan kendaraan lain terutama truk-truk besar dari arah Medan menuju pulau Jawa via Lampung (Jalur Trans Sumatra).

Dari awal sudah kuduga bahwa dalam survey ini kami tidak akan menemukan OPT, seperti terlihat dari atas pesawat Lion Air di sepanjang DAS Musi dan anak sungainya luapan banjir disepanjang DAS terlihat melebar sampai radius 10 kilometer, dampaknya persawahan disekitar DAS Musi, DAS Komering, dan DAS anak sungai kecilnya lainnya meluap tumpah menuju persawahan, sehingga otomatis pertanaman padi yang berumur 1 hst s/d 14 hst terendam air sepekan lebih lamanya. OPT yang biasa menyerang pertanaman padi pun tersapu banjir, terbawa arus banjir yang tak kunjung surut. Pemandangan yang tak biasa, sepanjang mata memandang genangan air yang luas bagai samudera menggenangi areal persawahan di Kecamatan Lempuing Jaya, terparah di Desa Lubuk Makmur , Desa Sungai Belida, dan Desa Rantau Durian, masuk Kab. Ogan Ilir (OI). Perjalanan diteruskan di Kab. Ogan Komering Iring (OKI), memasuki wilayah kecamatan Lempuing, tepatnya di Desa Kepahyang, Desa Mekar Jaya, Desa Sumber Agung, Desa Cahaya Tani, Desa Tebing Suluh, dan Desa Cahaya Maju, yang terlihat adalah genangan air bak Samudera, petani merelakan padinya yang berumur antara 7 hari setelah tanam (hst) sampai 10 hst terendam air. Total seluruh Kab OKI sawah yang terendam mencapai luas 3.370 hektar. PUSO tentu saja karena pertanaman yang terendam selama sepekan lebih tidak akan selamat alias akan busuk, dan ini adalah kerugian besar bagi petani. Tanam ulang (replanting) sudah pasti dan akan membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

Salah satu petani yang berhasil diwawancarai adalah Asyari (59) petani asal Trenggalek, Jawa Timur ini hanya bisa pasrah dan berharap banyak Pemda setempat (Kab. OI maupun OKI) segera merealisasikan bantuan bibit gratis.

Langit mulai mendung, seakan ikut meratapi nasib petani Asyari dan Asyari-Asyari lainnya yang senasib serupa, mereka adalah sosok petani ulet asal Pulau Jawa yang mengadu nasib lewat program Transmigrasi. Sedikit terobati barangkali karena Tim kami mengarahkan dan memberikan sedikit solusi diantara sejuta masalah yang membebani pundaknya. Belum lagi persoalan pupuk yang langka di pasaran. Betapa sulitnya mendapatkan pupuk. IRONIS memang petani kesulitan mendapatkan pupuk di daerah yang katanya penghasil pupuk terbesar di Indonesia (PT. PUSRI) terdapat di daerah ini. Siapakah yang ”bermain” sehingga pupuk langka di daerah ini? Terlalu prematur apabila menuduh beberapa ”oknum” yang menyembunyikan pupuk menjelang PEMILU. Akankah pupuk dijadikan komoditas politik, sebagai alat untuk menjegal penguasa sehingga pamor di mata masyarakat turun terutama dimata petani.

Sejuta prasangka boleh saja memenuhi kepala ini, namun sah-sah saja andaikata setiap orang beropini, ”kenyataannya pupuk menghilang di ranah Sriwijaya”.

Langit mendung, pk. 18.00 WIB, menjelang rembang petang mobil berangkat pulang, wajah lusuhku menyimpan sejuta pertanyaan, setelah seharian melanglang buana dari desa kecil ke desa kecil lainnya yang berjarak ratusan kilometer di Bumi Sriwijaya.

Akhirnya...penjelajahan ini berakhir di Rumah Hijau tempat kami menginap, istirahat melepas lelah....

Kamis, 18/12/2008

Rumah Hijau menuju BPTPH Palembang.

Hari ini tidak ada aktifitas ke lapang, karena diwanti-wanti oleh Bu. Wirda Ali untuk menghadiri rapat evaluasi kegiatan BPTPH dengan para ujung tombak petugas lapang (Koortikab POPT). Moment yang baik ini kami gunakan untuk bertukar informasi seputar perkembangan OPT di wilayah lain yang tidak sempat aku kunjungi. Beruntung Bu Wirda menawari kami untuk mengisi acara ini, sekaligus sebagai perkenalan kami dengan petugas POPT. Ada ikatan emosional disini dimana kami sama-sama pernah menjadi pegawai pusat Deptan sehingga rapat siang ini begitu akrab dan berkesan. Rasa kangen dan rasa senasib yang pernah disatukan dalam satu atap yang sama sebagai ”pegawai pusat” sebelum dipisahkan oleh otonomi daerah (OTDA). Sebelum OTDA BPTPH Palembang dibawah binaan Direkorat Perlindungan Tanaman (DITLIN) Jakarta termasuk BBPOPT Jatisari sehingga diantara kami merasa sebagai anak kandung Ditlin, walaupun kini telah berpisah secara prosedural tetapi ikatan emosianal begitu eratnya.

Langit kembali mendung, rapat berakhir pk.16.00 WIB diiringi gerimis kecil yang semakin deras turun. Ah...betapa manisnya pertemuan ini...!?

Jum’at, 19/12/2008

Persiapan pulang ke Jatisari.

Setiap ada pertemuan pasti ada perpisahan, dan perpisahan selalu menimbulkan keharuan yang sangat, betapa tidak selama empat hari suasana yang terbangun begitu akrab, dari obrolan serius seputar rutinitas kantor sampai urusan seputar dapur. Seperti dituturkan di alinea empat, masalah Faktor non teknis yaitu setiap datang harus “sowan” terlebih dahulu maka begitu pula sebaliknya bila mau pulangpun kita harus ”sowan” kembali mengucapkan terima kasih atas segala bantuannya. Walaupun terasa sepele namun merupakan sesuatu yang bisa menumbuhkan rasa ”empati” yang dalam.

Langit cerah berawan, Lion Air terbang diketinggian 24.000 meter di atas permukaan laut, Capten Pilot Mangatur Disneyland menerbangkan BOEING 737-900 ER dengan tenang menuju Jakarta. Tak terasa pk. 14.30 WIB pesawat mendarat mulus di Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Sapaan ramah Pramugari LION AIR, membangunkan anganku yang nakal, ah..manis sekali senyumnya...!!!


Pesan Moralnya: ”Bagi orang bekerja tak ada hari yang panjang. Bekerja itu adalah satu obat yang menyehatkan jiwa. Hasil pekerjaan itu lebih baik dari perkataan yang bagus.”


Teriring ucapan terima kasih kepada Bp. Suparno, M.Zuhri, Ibu Wirda Ali, Ibu Dewi, Ibu Herlina dan spesial untuk Pak Iman Muhayani, Pak Sunarto, dan driver yang hebat Pak Marpin Effendi, tak lupa sahabat-partnerku Devied Apriyanto.

This entry was posted on 20.29 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

0 komentar: