Oleh: Baskoro Sugeng Wibowo - Pemerhati masalah Penyakit Tanaman Pangan BBPOPT Jatisari.

Busuk pelepah merupakan penyakit padi yang disebabkan oleh jamur pathogen Sarocladium oryzae (Sawada) dengan sinonim Acrocilindrium oryzae (Sawada).Busuk pelepah (Sheath Rot) merupakan penyakit padi pada saat ini masih rendah, sehingga masih dkelompokan dalam minor disease. Penyakit busuk pelepah sebenarnya bukan merupakan penyakit yang baru, bahkan telah dikenal lebih dari 23 tahun yang lalu, pada tahun 1987 Tim Penyakit padi Sentra Peramalan Hama (sekarang BBPOPT) bersama dengan expert dari Jepang Dr. Shizuo Mogi (ATA-162) telah mendeteksi keberadaan penyakit busuk pelepah tersebut. Pada lima tahun terakhir, setelah terjadi perubahan agroekosistem antara lain dengan introduksi beberapa varietas varietas baru dan juga adanya Dampak perubahan Iklim, penyebaran semakin meluas dan tingkat keparahan penyakit busuk pelepah semakin meningkat. Infeksi busuk pelepah dapat terjadi pada padi hibrida maupun non-hibrida. Sehingga diperkirakan dalam kurun waktu 3-5 tahun ke depan potensi penyakit busuk pelepah akan menjadi salah satu penyakit yang mematikan dan mengakibatkan kerugian berarti. Peningkatan kewaspadaan terhadap penyakit busuk pelepah harus dimulai dari sekarang, dengan mengenali tanda, gejala dan epidemiologi penyakit ini. Secara visual gejala penyakit akan lambat oleh karena infeksi terjadi pada stadia generatif ( pada bagian pelepah yang membungkus malai) disamping itu kondisi di lapang seringkali terjadi serangan komplek serangan OPT, khususnya dengan gejala beluk. serangan beluk. Seiring dengan semakin pesatnya perubahan agroekosistem di sekitar kita, kelihatannya berpengaruh pula terhadap penyakit penyakit potensial. Peningkatan virulensi yang mengakibatkan meningkatnya keparahan, dan meluasnya sebaran penyakit busuk pelepah ini. . Disebut dengan busuk pelepah karena penyakit ini secara visual dapat dikenali dengan infeksi pada bagian pelepah daun paling atas. Gejala awal bercak berbentuk bulat atau oval, berukuran 0,5 – 1,5 Cm, warna abu abu di tengahnya dan coklat abu abu dipinggirnya. Bercak dapat melebar menutupi seluruh pelepah daun. Infeksi yang berat mengakibatkan malai tidak muncul sama sekali , sebagian muncul dan muncul semua tapi hampa . Infeksi penyakit busuk pelepah mengakibatkan bulir hampa dan berpotensi gagal panen apabila infeksi dalam skala luas.Penyakit busuk pelepah dan gejala hama beluk seringkali ditemukan di sawah, sehingga bagi orang awam sulit membedakan diantara keduanya. Bulir bulir hampa yang ditemukan di lapangan akan susah dibedakan, seperti dinyatakan oleh petani dari Tangerang ,Banten pak Yusuf dan Mansyur yang menyebutnya sawah terserang hama uban., pada kenyataannya hampa pada bulir padi yang disebabkan oleh busuk pelepah dan beluk.Mengenali gejala serangan OPT dengan tepat sangat penting dilakukan, karena akan menentukan tindakan pengendalian.

Gejala

Gejala awal bercak bulat atau oval pada pelepah yang berukuran 0.5 Cm—1,5 Cm, warna abu abu di bagian tengah dan coklat abu dipinggirnya. Bercak dapat melebar menutupi seluruh permukaan pelepah daun, mengakibatkan malai tidak muncul tau muncul sebagian. Infeksi busuk pelepah dapat terjadi dalam satu rumpun, yang mengakibatkan tanaman kerdil dan sebagian besar bulir hampa.

Siklus Penyakit

Sampai saat ini informasi mengenai siklus penyakit busuk pelepah di Indonesia masih sangat terbatas. Meskipun penyakit ini telah banyak diteliti di India di daerah yang mempunyai iklim mirip Indonesia.

Sakthivel (2001) menguraikan siklus hidup penyakit busuk pelepah yang disebabkan oleh jamur patogen S. Oryzae adalah sebagai berikut.

Jamur patogen bertahan dan terbawa oleh benih yang terinfeksi, sisa pertanaman, tanah, singgang dan gulma. Pada benih dapat bertahan sampai dengan 4 bulan, pada pelepah daun yang disimpan disuhu kamar bertahan 7 bulan dan pada pelepah pada pertanaman dilapang bertahan 10 bulan. Beberapa gulma yang dapat berperan sebagai inang alternatif adalah Eleusine indica, Monochoria vaginalis, Cyperus teneriffae dan C. Iria. Tanaman bambu juga dilaporkan dapat terinfeksi oleh penyakit ini. S. oryzae menginfeksi melalui stomata atau luka. Infeksi oleh S. Oryzae akan mudah terjadi setelah tanaman lemah oleh serangan penggerek batang padi, kutu, atau infeksi penyakit virus tanaman yang lain. Kondisi lingkungan yang ideal untuk perkembangan penyakit ini adalah suhu 20—30o C dan kelembaban 65—85%.

Di Indonesia infeksi S. oryzae telah tersebar di beberapa tempat antara lain. Maros (Sulawesi Selatan) dan Purwakarta ( Jawa Barat) tanpa diikuti dengan serangan OPT lain, Tanggerang (Jawa Barat) di lokasi yang terserang berat Penggerek batang padi, Subang dan Bekasi setelah terserang berat oleh Wereng Coklat, Purwakarta (Jawa Barat), Manggarai(NTT), Siak ( Riau) komplek serangan dengan infeksi penyakit Cercospora sp.

Upaya Waspada Sejak Dini

Secara teknis upaya pengendalian masih sangat terbatas oleh karena sangat terbatasnya informasi penyakit busuk pelepah ini. Meskipun demikian mewaspadai penyakit ini lebih dini merupakan tindakan bijaksana yang dapat dilakukan , sambil menunggu informasi pengendalian yang paling tepat . Antara lain dapat dilakukan dengan.

1. Meningkatkan kemampuan pengamatan dalam mengenal tanda dan gejala penyakit busuk pelepah.

2. Mengkaji epidemiologi dan potensi merugikan penyakit busuk pelepah yang ada di Indonesia.

3. Melakukan budidaya tanaman sehat yang disesuaikan untuk menekan penyakit ini antara lain

Sanitasi gulma yang telah dikenal sebagai inang alternatif,

Seleksi benih, khususnya yang berasal dari daerah endemis penyakit busuk pelepah.

Aplikasi pupuk secara berimbang

Menjaga jarak tanam agar tidak terjadi gesekan antar tanaman yang mengakibatkan luka.

Mengendalikan OPT lain yang dapat mempermudah terjadinya infeksi penyakit busukpelepah.

Sumber : Baskoro Sugeng Wibowo BBPOPT Jatisari - Karawang

Jamur Busuk Pangkal Batang Menyerang
11.01 | Author: Urip SR
BANYUASIN, KOMPAS - Hasil panen padi sejumlah petani Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, turun sekitar 50 persen. Tanaman padi mereka terserang jamur busuk pangkal batang, petani setempat menyebut sebagai jamur potong leher, yang menyebabkan bulir padi kosong.

Serangan penyakit tersebut paling tidak terpantau di Kecamatan Tanjung Lago dan Kota Terpadu Mandiri Telang, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan.

”Dari tiga hektar sawah saya, satu hektar dipastikan terserang jamur potong leher,” kata Kadek Suoarti (30), petani dari Desa Mulyasari, Kecamatan Tanjung Lago, Senin (14/3).

Agus Miyarto (35), petani di Dusun Empat, Kota Terpadu Mandiri Telang, rugi hampir 2,9 ton atau sekitar 56 persen dari hasil panen biasanya. Akibat serangan hama jamur potong leher tersebut, panen padi dari empat hektar sawahnya turun menjadi 35 karung atau sekitar 2,3 ton beras.

”Padahal, biasanya empat hektar sawah tersebut menghasilkan setidaknya 80 karung atau sekitar 5,2 ton beras,” katanya.

Menurut Agus, jamur tersebut menyerang saat padi berusia sekitar 2,5 bulan atau saat mulai mengeluarkan malai berbulir. Selanjutnya, batang malai padi yang terserang akan membusuk dan bulir padi kosong.

Penularan jamur tersebut berlangsung cepat. Dalam sepekan, jamur busuk pangkal batang mampu menjangkiti satu petak sawah dan terus menular ke petak-petak lainnya. Jamur ini menyerang berbagai jenis padi, mulai dari IR-42, Ciherang, maupun Srikaya.

Dari Papua dilaporkan, panen padi petani di Merauke terancam tidak diserab Bulog karena mutu beras di bawah standar mutu yang ditetapkan pemerintah. Beras banyak memiliki patahan di atas standar mutu pemerintah, yaitu 20 persen.

”Kami minta jaminan pemerintah daerah dengan surat tertulis. Kami bisa melonggarkan standar kualitas, tetapi pemda mau menjamin penyaluran beras hasil pembelian itu kepada PNS. Kami tidak mau ambil risiko,” ujar Kepala Bulog Sub-Divisi Regional Merauke, Arif Mandu.

Arif mengatakan, dari target pembelian beras petani sebesar 10.000 ton pada musim panen rendengan, Bulog baru membeli 1.000 ton.

Dari Jawa Timur dilaporkan, pengusaha penggilingan padi di Jember kesulitan menjual beras ke Bulog, karena harga gabah hingga musim panen raya berakhir diperkiraan masih akan bertahan di atas harga pembelian pemerintah (HPP). Saat ini HPP gabah kering panen Rp 2.640 per kg dan beras Rp 5.060 per kg.

Candra Irawan, pengusaha penggilingan padi di Desa Sumberpinang, Kecamatan Pakusari, mengatakan, harga pembelian gabah dari pedagang perantara sekitar Rp 2.700-Rp 2.750 per-kg. Ia menjual beras ke pedagang besar sekitar Rp 5.400 per-kg.

Meskipun harga gabah di atas HPP, yaitu sekitar Rp 2.800 per kg, petani di Mojokerto menilai harga itu masih rendah. Petani berharap harga gabah Rp 3.500 per kg. (IRE/RWN/SIR/UTI/TIF)

Sumber: Kompas, 15 Maret 2011

.

Bagaimana kita menyikapi judul tersebut diatas??? Beragam tanggapan pun muncul dari beberapa kalangan terutama para petugas lapangan seperti POPT (Pengendali Organisme pengganggu Tumbuhan). Ada yang pesimis dan ada pula yang optimis, mari kita dengarkan suara yang pesimis seperti apa sih argumentasi mereka. Berikut hasil rekam jejak suara-suara mereka yang sempat ditanyakan pada saat acara pencanangan panen padi 10 ton per hektar pada luas area 10.000 hektar di desa Tunggak jati, Karawang Barat (kamis 10/3).
"Melihat kondisi iklim sekarang ini rasanya sulit menekan serangan OPT dibawah 10%". celetuk seorang petugas manakala Pak Dirjen menyampaikan bahwa keberhasilan kinerja kita diukur dari keberhasilan kita dalam menekan serangan OPT dibawah 10%.
Ucapan Pak Dirjen tersebut merupakan cambuk bagi para petugas lapang baik itu Mantri Tani, PPL, dan POPT-PHP agar mereka terpacu dan bekerja saling sinergis dan dinas terkait harus cepat dalam mengelola permasalahan OPT. Cepat bertindak dan terukur sehingga mampu mengelola masalah OPT (hama-penyakit) tanaman padi. OPT sendiri bersifat dinamis dan cepat berkembang biak sehingga dibutuhkan kecepatan bertindak, birokrasi yang bertele-tele apalagi dalam hal rekomendasi maka niscaya akan kecolongan.
Beberapa daerah yang cepat bertindak maka tidak terjadi eksplosif/ledakan hama terutama wereng coklat yang perlu ditangani dengan segera. Tetapi daerah yang kurang tanggap pada laporan POPT yang memberikan rekomendasi maka akan dapat diketahui setelah terjadi ledakan serangan wereng coklat berupa hopper burn. Kurang tanggapnya terhadap early warning system membuat beberapa daerah pada musim tanam tahun kemarin mengalami puso.
Maka untuk menjawab tantangan dari Direktorat Jenderal Tanaman Pangan yang disampaikan oleh Pak Dirjen maka semua jajaran dinas pertanian baik struktural maupun fungsional harus bekerja saling bahu-membahu dan sinergis dengan petugas lapang (Mantri Tani, PPL, dan POPT) mengawal petani.
Untuk kelompok yang optimis menganggap himbauan tersebut merupakan tantangan yang harus diwujudkan bahwa menekan serangan dibawah 10% target yang harus direalisasikan bukan untuk dijadikan polemik. Syaratnya adalah bekerja dengan sungguh-sungguh, saling kerjasama, tanggalkan ego sektoral yang berlebihan, mari sejahterakan petani, jangan melihat warna baju atau bendera dari mana kita berasal. Obyek kita adalah satu PETANI INDONESIA. Amankan produksi mereka. Satu kata kunci SINERGIS di lapangan untuk kemakmuran petani agar terhindar dari serangan OPT.
.