Secara umum, pestisida nabati diartikan sebagai suatu pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan. Dengan adanya kemajuan dalam bidang ilmu kimia dan pengembangan alat-alat analisis, banyak senyawa kimia yang berasal dari tumbuhan telah diisolasi dan diidentifikasi bahkan telah disintesis.
Kandungan senyawa-senyawa tumbuhan dapat menunjukkan berbagai macam aktivitas biologi pada serangga seperti penghambatan/penolakan makan, aktivitas penolakan peneluran, aktivitas penghambat pertumbuhan dan perkembangan, dan efek kematian, karena itu bioaktif tersebut dapat digunakan untuk pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT).
Hasil deskripsi Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat terdapat 54 jenis tumbuhan yang berpotensi sebagai pestisida nabati. Saat ini penelitian terhadap tumbuhan bahan pestisida nabati terus berkembang.
Beberapa contoh tumbuhan yang telah diuji efektivitas daya racunnya antara lain sebagai berikut:
1. Nimba/Mimba (Azadirachta indica)
Bagian Tanaman yang digunakan adalah daun dan biji, mengandung senyawa kimia zat Azadirachtin, Meliantriol, Salanin. Efektif untuk hama wereng coklat.
Nimba mampu mengendalikan sekitar 127 jenis hama dan mampu berperan sebagai insektisida, fungisida, bakterisida, nematisida, moluskisida, antivirus, dan mitisida.
Nimba tidak membunuh hama secara cepat tetapi berpengaruh terhadap penghambatan daya/ nafsu makan, pertumbuhan, reproduksi, pemandulan, peletakan telur, proses ganti kulit, perkawinan, daya tetas telur dan pembentukan khitin yang akhirnya dapat menyebabkan kematian hama.
Cara sederhana membuat larutan siap semprot adalah dengan menumbuk biji sampai halus masukkan dalam air sambil diaduk-aduk dan dibiarkan 24 jam kemudian disaring, untuk 1 kg biji yang telah ditumbuk halus dilarutkan kedalam 20 lt air. Untuk daun jumlahnya 2 kali (2 kg daun mimba yang telah ditumbuk dilarutkan dalam 20 lt air).
Mengingat nimba mudah ditanam oleh petani, maka dapat dikatakan bahwa nimba adalah sebagai biopestisida mandiri bagi petani di masa depan.
2. Gadung Racun (Dioscorea hispida)
Bagian tanaman yang digunakan adalah umbi, sebagai pestisida, yang mengandung zat diosgenin dan saponin.
3. Bengkuang (Pachyrryzus erosus)
Bagian tanaman yang digunakan adalah biji polong, yang mengandung zat pachyrrizid (rotenoid) merupakan racun yang menghambat operasional sel. Diketahui efektif terhadap beberapa OPT antara lain ulat grayak, ulat krop dan ulat daun kubis.
4. Rumput Babandotan
(Ageratum conyzoides)
Bagian tumbuhan yang digunakan adalah daun, batang, bunga dan akar, sebagai pestisida yang mengandung zat saponin, polifenol, flavonoid dan minyak atsiri
5. Sirsak (Annona muricata L)
Bagian tumbuhan yang digunakan adalah biji dan daun, yang mengandung zat annonain, bermanfaat sebagai insektisida menyebabkan kematian sel, sebagai penolak serangga dan penolak tidak mau makan.
6. Selasih (Ocimum bacilicum)
Bagian tanaman yang digunakan adalah daun dan biji, mengandung zat juvocimene, yang bersifat toksis/ mengganggu perkembangan serangga.
Selasih lebih dikenal sebagai pemikat lalat buah. Daun diekstrak lalu dicampur sedikit air, dan lebih efektif dengan cara menyuling sehingga menghasilkan minyak atsiri. Dipasang dengan menggunakan perangkap lalat buah.
CARA PEMBUATAN PESTISIDA NABATI SECARA UMUM
• Bahan tumbuhan ditumbuk/digiling sampai halus, dicampur air dengan perbandingan 100 gr bahan dalam 1 lt air.
• Saring ekstrak bahan tumbuhan tersebut pada tempat yang sudah disiapkan.
• Untuk menekan/menghentikan aktifitas enzim/zat pengurai adalah dengan cara menambahkan zat pelarut metanol/etanol 70 % sebanyak 10 ml atau detergen sebanyak 10 gr teteskan atau masukkan sedikit demi sedikit sambil diaduk atau dengan menggunakan alat ekstraktor selama 2 jam, kemudian biarkan ekstrak tersebut selama 24 jam (sehari semalam).
• Setelah dibiarkan selama 24 jam ekstrak tersebut baru bisa digunakan dengan cara disaring terlebih dahulu agar tidak terjadi penyumbatan pada alat semprot
• Beberapa hasil percobaan menunjukkan hasil yang efektif dengan cara mencampur beberapa tumbuhan bahan nabati seperti daun nimba dengan lengkuas dan serai, daun nimba dengan umbi gadung, daun sirsak dengan rimpang jeringau dan bawang putih; serta dapat dicampur dengan detergen atau sabun colek.

Selamat mencoba (USR)***
Dari berbagai sumber
.
Bengkuang sebagai Pestisida Nabati
11.53 | Author: Urip SR
Secara sederhana pembuatan pestisida nabati dilakukan melalui beberapa proses penanganan bahan tumbuhan secara baik agar bahan tersebut tidak kehilangan aktifitas hayatinya (bioactivity). Kehilangan aktivitas hayati dapat terjadi pada tahap pengkoleksian, penyimpanan, dan persiapan bahan atau material tumbuhan.
Soeharjan (1994) mengemukakan beberapa teknik yang sederhana untuk menghasilkan bahan pestisida nabati yaitu: 1) penggerusan, penumbukan, pembakaran atau pengepresan untuk menghasilkan produk berupa tepung, abu, atau pasta, 2) perendaman untuk produk ekstrak, 3) ekstraksi penggunaan bahan kimia pelarut disertai perlakuan khusus untuk menghasilkan produk berupa ekstrak yang dikerjakan dengan tenaga terampil dan dengan peralatan yang khusus.
Untuk memperoleh bahan yang diharapkan memiliki aktifitas biologi dikenal dua cara koleksi yaitu koleksi bahan baku segar dan koleksi kering. Bahan baku segar akan lebih baik bila langsung diekstraksi dengan menggunakan pelarut tertentu beberapa kali seperti aseton atau alcohol. Proses ekstraksi bahan merupakan proses awal memperoleh bahan sebagai pestisida nabati.
Dalam keadaan yang tidak memungkinkan memperoleh bahan baku segar, dapat dilakukan pengeringan bahan yang dilakukan secara hati-hati menggunakan mesin pengering beku (freeze dryer) atau bahan dikeringudarakan di tempat teduh dan berangin (dalam ruangan pada suhu ruang), agar tidak terjadi kerusakan atau perubahan pada komponen kimia yang dikandung bahan tersebut. Namun untuk penggunaan yang sederhana dan mudah dilakukan oleh petani, dapat dilakukan ekstraksi sederhana baik untuk bahan segar maupun bahan kering melalui tahapan seperti yang dijelaskan dibawah.

Ekstraksi bahan segar

• Bagian tumbuhan segar (daun dsb) dibersihkan dari kotoran yang melekat, dicuci, kemudian ditumbuk dan dicampur dengan air dengan konsentrasi 25 – 100 g/l air.

BENGKUANG
(Pachyrrhyzus erosus Urban)

Bengkuang dapat tumbuh pada dataran rendah sampai dataran tinggi (1-1000 m dpl). Bengkuang merupakan tumbuhan semak semusim yang tumbuh membelit. Batang bulat, berambut dan berwarna hijau.
Daun tunggal, bulat, tepi rata, ujung runcing, pangkal tumpul, tulang daun menyirip, permukaan berbulu, panjang 7-10 cm, lebar 5-9 cm, berwarna hijau.
Bunga majemuk, bentuk tandan, letak di ketiak daun, tiap tangkai terdiri atas 2-4 kuntum, berwarna ungu kebiruan. Buah polong berbentuk pipih dan berwarna hijau. Biji keras, bentuk ginjal, berwarna kuning kotor.
Akar tunggang berumbi. Perbanyakan tanaman dengan biji.
Bagian tanaman yang digunakan: biji, mengandung rotenon yang merupakan racun penghambat operasional sel.

OPT sasaran:
Hortikultura:
Croccidolomia binotalis, Aphis fabae, A.craccivora, Bombix mori, Dysdercus megalopygus, Epilachna varivestis, Myzus persicae, Nezara viridula, Plutella xylostella dan Spodoptera litura.

Tanaman pangan:
Serbuk atau tepung biji bengkuang dapat digunakan untuk melindungi benih tanaman dari serangan hama gudang. Serangga yang teracuni mati kelaparan yang disebabkan oleh kelumpuhan alat-alat mulut.

Cara aplikasi
Biji dan daun dicuci, ditumbuk, ekstraknya diencerkan dengan aquades. Alkohol dan petroleum eter dapat digunakan sebagai pelarut. Aplikasi dilakukan dengan penghembusan atau penyemprotan ke bagian tanaman.
Ekstrak biji bengkuang bersifat toksik terhadap larva ulat krop dengan LC50 : 11,48 %. Tingkat kematian terendah 13 % pada 4 hari setelah perlakuan dengan konsentrasi 12,5 % (125 gram per liter air) (Soekarto, et al, 1999).

Dari berbagai sumber.
.
Perusahaan di mana pun juga tumbuh dan berkembang bersama masyarakat dan warga sekitar. Ironis menyaksikan sebuah perusahaan berkembang pesat sementara taraf hidup masyarakat di sekitarnya begitu rendah dan memprihatinkan.

Sudah sewajarnya apabila perusahaan ikut ambil bagian untuk memajukan dan menyejahterakan masyarakat. Mengikuti jalan pikiran tersbut, dewasa ini banyak perusahaan yang memasukkan upaya pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat sebagai bagian dari program tanggung jawab perusahaan (corporate social responsibility/CSR). Salah satu contoh upaya di bidang ini adalah keberhasilan panen padi dengan metode system of rice intensification (SRI) di Kabupaten Karawang, Jawa Barat, yang didukung oleh PT. HM Sampoerna Tbk.
Sampoena melalui Pusat Pelatihan Kewirausahaan (PPK Sampoerna).

Lumbung Padi

Keberhasilan inisiatif CSR di Karawang memiliki arti penting. Sejak lama, kabupaten Karawang dikenal sebagai “lumbung padi” Jawa Barat karena merupakan salah satu daerah penghasil padi terbesar di provinsi tersebut. Akan tetapi, julukan tersebut terancam sirna karena produksi padi Karawang terus menurun.
Data Dinas Pertanian Karawang menyebutkan, selama kurun waktu 18 tahun, yaitu antara tahun 1989 dan 2007, alih fungsi lahan teknis menjadi lahan pemukiman dan industri mencapai 2.578 hektar atau 135,6 hektare per tahun. Selain itu, faktor debit air irigasi yang semakin menurun, ketergantungan kepada sarana produksi pertanian non-organik yang semakin meningkat, dan tingkat kesuburan lahan yang semakin menurun secara keseluruhan berdampak terhadap penurunan produktifitas hasil panen. Berbagai kendala tersebut menjadi awan gelap yang membayangi nasib petani Karawang.
Yang lebih memprihatinkan, banyak generasi muda mulai meninggalkan bidang pertanian karena dianggap kurang menjanjikan. Mereka lebih memilih bekerja di sektor industri.
Menanggapi kondisi tersebut, Sampoerna tergerak melakukan inisiatif yang dapat mengembalikan potensi utama kawasan, yakni sebagai lumbung padi. “Sebagai salah satu warga usaha dan bagian dari masyarakat di Karawang, sudah sepatutnya kami tanggap terhadap permasalahan yang dihadapi oleh warga sekitar tempat operasional kami berada. Menjaga kelestarian Kabupaten Karawang sebagai lumbung padi di Jawa Barat serta mendorong pencapaian ketahanan pangan adalah salah satu prioritas program Corporate Social Responsibility kami untuk wilayah ini” jelas Niken Rachmad, Director Communications PT HM Sampoerna Tb.

SRI

Upaya yang dilakukan adalah menerapkan metode yang tepat untuk mendorong produksi padi. Yang dipilh adalah metode SRI, yang merupakan teknik budidaya tanaman padi yang mampu meningkatkan produktivitas tanaman melalui perbaikan pola pengelolaan tanaman, tanah, air dan unsur hara.
Metode yang dikenal ramah lingkungan ini ditemukan pada 1983 di kepulauan Madagaskar dan telah berhasil dikembangkan di sejumlah negara. Di Indonesia SRI telah dikembangkan di 14 provinsi dengan hasil yang menggembirakan. Untuk provinsi Jawa Timur sejak tahun 2007 pengembangan SRI telah dilakukan oleh PPK Samporna meliputi di Madiun, Ngawi, Jombang, Malang, Mojokerto, Pasuruhan, Jember, Bojonegoro, Lamongan, Tuban, Bangkalan, dan Sampang.
Dengan tujuan memperluas cakupan area penerapan padi SRI dan juga sebagai bentuk komitmen Sampoerna dalam program ketahanan pangan, bekerjasama dengan Tim Pengembang Padi SRI dari Merdeka Indonesia Sempurna dan Dinas Pertanian Kabupaten Karawang melalui petugas penyuluh lapang (PPL) setempat di lahan percontohan Kabupaten Karawang di Desa Puseur Jaya seluas 1,3 hektar dan Desa Sukaluyu seluas 2 hektar dengan melibatkan lima petani binaan, budidaya padi metode SRI, Pengendalian Hama terpadu, Pembelajaran Ekologi Tanah (PET), teknis pembuatan kompos, MOL (Mikro Organisme Lokal) dan Pestisida Organik serta penanganan pasca panen.
Sekolah lapang ini bertujuan selain untuk memberikan pengetahuan tambahan kepada para petani, juga untuk memonitor dan melakukan evaluasi kegiatan yang telah dilakukan oleh petani dan petugas SRI. Sampai saat ini terdapat 40 orang kader petani dari hasil Training of Tarainer.
Dalam rangka panen perdana SRI, pada 25 Mei 2010 lalu di lahan pertanian Desa Sukaluyu dilangsungkan kegiatan anen Perdana SRI Musim Tanam I periode Januari-April 2010 yang dihadiri oleh H. Nachrowi M. Noor Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Karawang, DR. Ir. Agus Sofyan Direktur Perluasan Areal Kementerian Pertanian Republik Indonesia, Prof. DR. Ir. Iswandi Anas MSc. Ketua INA SRI (Indonesia System of Rice Intensification), Lembaga Swadaya Masyarakat terkait, kelompok tani dari wilayah Kabupaten Karawang, sekaligus juga tokoh masyarakat, serta jajaran manajemen PT. HM Sampoerna Tbk.
Pada musim tanam pertama tersebut lahan pertanian yang menerapkan metode SRI di Desa Puseur Jaya, hasil panennya meningkat 35,9 persen mencapai 9,48 ton per hektare, lebih baik dibandingkan hasil panen padi non SRI yang rata-rata hanya mencapai 6,24 ton per hektare. Setelah hasil panen musim pertama yang terbukti baik tersebut, maka pada musim tanam kedua diperluas area tanamnya menjadi 13,3 hektare dengan melibatkan 21 petani binaan.
Niken achmad, Director Communications PT. HM Sampoerna Tbk, menambahkan, “Dengan keunggulan-keunggulan budidaya padi metode SRI, maka kami memiliki keyakinan bahwa metode SRI ini berpotensi menjadi salah satu solusi dalam mempertahankan swasembada beras, mencapai ketahanan pangan dan membentuk petani yang mandiri serta bijak dalam pengelolaan lahan yang lebih ramah lingkungan berbasis sumber daya lokal. Kami berkomitmen untuk terus mengembangkan dan mensosialisasikan metode SRI, dimana saat ini areal metode SRI binaan kami sudah mencapai 502,74 hektare dengan melibatkan 1.145 petani binaan.”
Pengembangan budidaya padi metode SRI dinilai dapat menjawab tantangan yang dihadapi oleh para petani melalui teknis budidaya perakaran yang hemat air, hemat biaya produksi, peningkatan hasil panen, dapat meningkatkan kemandirian petani serta pertanian yang ramah lingkungan berbasis sumberdaya lokal. Metode ini juga patut dicontoh dan disebarluaskan sehingga menjadi solusi bagi kawasan-kawasan lain yang memiliki masalah serupa.
Sumber:
(Advertorial Kompas, Senin 14 Juni 2010).
.
Oleh-oleh dari HPS XXX 2010
11.26 | Author: Urip SR
Kita menyadari bahwa sebagian dari masyarakat Indonesia belum lepas dari kasus-kasus rawan pangan dan kemiskinan. Masih terdapat masalah kurang gizi dan gizi buruk yang menimpa bayi, balita, serta ibu hamil dan menyusui. Inilah tantangan besar bagi kita ke depan. Pemerintah telah dan akan terus berupaya dengan sungguh-sungguh untuk menangani hal tersebut melalui penyediaan anggaran yang cukup untuk menangani kasus tersebut, revitalisasi penyuluhan dan penguatan kelembagaan, pelayanan dan pemberdayaan masyarakat antara lain dalam bentuk Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP), Lembaga yang Mandiri dan Mengakar pada Masyarakat (LM3), Program Aksi Desa Mandiri Pangan serta Program-program pemberdayaan masyarakat lainnya. Salah satu upaya yang dapat kita lakukan untuk memantapkan ketahanan pangan adalah dengan mengurangi ketergantungan kita terhadap pangan pokok beras. Kita memiliki sumberdaya pangan local yang sangat beragam yang dapat dioptimalkan pemanfaatannya. Oleh karena itu, terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumberdaya Pangan Lokal merupakan salah satu langkah penting bagi upaya ketahan pangan berkelanjutan dan pengembangan kualitas manusia Indonesia yang prima.
Kita dapat mengambil langkah-langkah yang lebih nyata untuk mewujudkan penganekaragaman konsumsi pangan dengan memanfaatkan sumberdaya dan potensi yang sangat besar dalam menghasilkan pangan lokal yang beraneka ragam di setiap wilayah.
Penganekaragaman konsumsi pangan akan memberikan dorongan dan intensif kepada penyediaan produk pangan yang lebih beragam dan aman untuk dikonsumsi termasuk produk pangan yang berbasis sumberdaya lokal. Dengan kebijakan terpadu dan diikuti dengan kerja keras kita semua, maka masalah kerawanan pangan, gizi buruk, dan kemiskinan akan terkikis dari bumi Indonesia. Kita akan memiliki sistem ketahanan pangan dan gizi yang handal, dan diharapkan dapat menjadi model global dalam melaksanakan salah satu sasaran Milenium Development Goals (MDGs), yaitu untuk menurunkan jumlah penduduk miskin dan kelaparan. Dalam kerangka kerjasama Internasional dalam penanganan masalah pangan ini, Pemerintah Indonesia telah berperan aktif dalam forum-forum regional dan global. Indonesia juga telah menandatangani “Letter of Intent” dengan FAO untuk berbagi pengalaman membantu pembangunan ketahanan pangan dengan Negara-Negara berkembang dalam kerangka kerjasama Selatan-Selatan. Sebagai implementasinya, Indonesia telah memberikan bantuan teknis di bidang pertanian dan pangan kepada Negara-Negara Myanmar, Timor Leste, Samoa, Tonga, Laos, amboja, Papua New Guenea, Vanuatu, dan Madagaskar. Dalam kaitannya dengan pembangunan pertanian yang berkelanjutan, Indonesia dalam forum-forum internasional selalu mengingatkan akan pentingnya penerapan konsep pembangunan “The Second Green Revolution”. Pada dasarnya konsep ini adalah konsep pembangunan pertanian dan pangan yang mendorong peningkatan produksi dan produktivitas pangan dengan menerapkan prinsip-prinsip ramah lingkungan dengan mengoptimalkan pemanfaatan inovasi teknologi di bidang: 1) optimalisasi pemanfaatan lahan dan air, 2) pengembangan teknologi perbenihan/pembibitan, 3) penerapan usaha tani terpadu, dan 4) pengembangan kelembagaan usaha tani pedesaan.
(Tim Liputan BP)!***
Sumber: Panduan Acara HPS XXX 2010
.
Memanfaatkan Mycoriza
11.20 | Author: Urip SR
Mycoriza merupakan bentuk hubungan unik antara jamur mycoriza dengan akar tanaman. Sifat hubungan tersebut adalah mutualisme, dimana baik akar maupun jamu diuntungkan. Jamur menyerap nutrisi dari tanah dengan miselianya, sedangkan tanaman membagi fotosintat dengan jamur.

Manfaat Pupuk Hayati Mycoriza

• Dapat meningkatkan penyerapan unsur hara fosfor (P), nitrogen (N), Kalium (K), serta beberapa hara mikro seperti karbon ©, oksigen (O) dan sebagainya.
• Mengefisienkan penggunaan air.
• Meningkatkan pertumbuhan tanaman.
• Memperbaiki struktur tanah.
• Menahan serangan beberapa patogen (penyakit tular tanah) yang menyerang perakaran.

Aplikasi Mycoriza pada Kentang:

Pengaruh pemberian Mycoriza 5 gram/tanaman pada umur 2 minggu setelah tanam.
• Hifa menginfeksi sel korteks akar inang, secara eksternal dapat meningkatkan volume akar dan memperluas bidang serapan hara oleh akar.
• Membantu meningkatkan serapan P mencapai 18% (Gusli, 2002, Bolan, 1991), juga N,P,K,Cu, Zn, Cl, Fe, Mo, S dan B (Burbey, 1989).
• Berpengaruh terhadap penurunan kandungan logam berat Pb, Cu, Zn dari limbah minyak bumi.
• Memberikan perlindungan efektif dalam menekan infeksi patogens akar (Jalali, 1993).
• Pemeberian Mycoriza 5 gram + pupuk organik 300 gram per tanaman meningkatkan produksi sampai 49,5 ton/ha (Syam’un, 2006).

Perbanyakan inokulum:

• Inokulum dapat diperbanyak dengan media berupa campuran pasir dengan kompos yang telah disterilkan.
• Masukkan media ke dalam polybag atau bak kayu berukuran 220x80x20 cm2 sebanyak 2/3 volumenya. Tanami dengan benih jagung pada jarak tanam 20x20 cm.
• Inokulasikan mycoriza 2 minggu setelah tanam (MST) dengan dosis 100 gr/polybag dengan mencampurkannya pada air penyiraman.
• Lakukan topping, yakni pemotongan pucuk pada saat tanaman memasuki masa pembungaan. Kondisi tanaman yang kurang baik akibat topping akan mempercepat perkembangan miselia dan pembentukan spora tahan mycoriza.
• Panen dapat dilakukan setelah 3 bulan. Potong akar hingga halus dan campurkan dengan semua media tanam yang ada.
• Kering-anginkan pada suhu ruangan selama 3 hari untuk meminimalkan kadar air.
• Untuk memperkaya fungsi pupuk hayati, dapat ditambahkan jamur antagonis Trichoderma sp.
• Bungkus pupuk di dalam plastik dan simpan pada ruangan yang kering dan bersih dengan suhu kamar.

Referensi:

Brosur/leaflet Pemanfaatan pupuk hayati mikoriza. BBP2TP Surabaya.
 Pengembangan Pengendalian NSK Skala Luas di Dieng Jawa Tengah. BBPOPT Jatisari Karawang.
Berkunjung Ke Pustaka Bogor
11.05 | Author: Urip SR
PUSTAKA merupakan perpustakaan bidang biologi dan pertanian tertua di Indonesia yang didirikan pada bulan Mei 1842. Dunia mengenalnya dengan nama Bibliotheca Bogoriensis.
PUSTAKA sebagai unit pendukung kegiatan penelitian dan pengembangan pertanian Kementerian Pertanian mempunyai tugas pokok melaksanakan pengelolaan perpustakaan dan penyebaran informasi iptek pertanian. Dalam mengemban tugas tersebut, PUSTAKA selalu berupaya beradaptasi dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga dapat melayani pengguna dengan prima.
Mengingat pengalaman Pustaka dalam hal Pengembangan perpustakaan maka perjalanan ke instansi tersebut diharapkan dapat membawa hasil dalam pembenahan perpustakaan di BBPOPT Jatisari yang kondisinya sungguh sangat memprihatinkan.
Sebuah perpustakaan yang kondisinya sedang mati suri karena ketiadaan penanganan yang profesional, sementara keberadaan perpustakaan masih dianggap sebagai pelengkap semata.
Dalam kunjungan dinas ke Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian (PUSTAKA) di Jl. Ir. H. Juanda No. 20 Bogor, pada tanggal 23 Nopember 2010, ada beberapa pelajaran mendasar yang bisa dipetik dari diskusi dengan Kepala Bidang Perpustakaan ( Bp. Maksum), hasil diskusi tersebut antara lain:

1. Mengenal bahan pustaka dan cara mengelolanya.
2. Petunjuk teknis registrasi bahan pustaka ke dalam buku induk.
3. Petunjuk teknis tata cara penerimaan majalah.
4. Petunjuk pengelolaan pangkalan data dan pencetakan katalog menggunakan komputer.
5. Petunjuk pencetakan kartu katalog dengan program WP atau MS Word.
6. Pemanfaatan nomor panggil dalam kegiatan perpustakaan.
7. Petunjuk pembentukan nomor panggil buku dan label buku.
8. Petunjuk pencetakan label buku menggunakan komputer.
9. Petunjuk teknis penyusunan bahan pustaka di rak perpustakaan.
10. Petunjuk ringkas cara pengindekan majalah dan monograf analitik.
11. Pedoman penyusunan paket informasi Spesifik lokasi.
12. Petunjuk penggunaan kartu buku sebagai kartu kendali pada jasa sirkulasi bahan pustaka.
13. Layanan referensi.
14. Jasa penelusuran informasi.
15. Pemanfaatan jasa kesiagaan informasi.
16. Penelusuran informasi pertanian melalui CD-ROM CAB Abstract, AGRIS, AGRICOLA, TROPAG & RURAL.
17. Petunjuk pengelolaan mikrofis.
18. Petunjuk penyiapan penjilidan majalah.
19. Petunjuk penggunaan Agrovoc untuk menentukan kata kunci.
20. Petunjuk teknis penggunaan bahan klasifikasi UDC.
21. Penyiangan koleksi perpustakaan.
22. Sistem pelayanan perpustakaan.
23. Petunjuk penyusunan bibliografi.

Semoga jalan-jalan kali ini bermanfaat buat yang lain. Mari kita tanamkan gemar membaca pada anak-anak kita. membaca membuka cakrawala dunia.
.
Gurihnya Ikan Kali (sungai)....
10.28 | Author: Urip SR
Menu khas pedesaan ini telah menghiasi daftar menu di restoran sederhana dipinggir jalan Raya Semampir Banjarnegara, sangat spesial karena jarang sekali menjumpai menu seperti ini, ikan wader ukuran kecil sepintas mirip ikan teri digoreng garing dihidangkan bersama urap (kluban).
Menu lainnya yang tak kalah lezat diantaranya Ayam bakar, Gurame goreng, Nila goreng, Nila bakar, dan yang terakhir inilah yg paling unik ikan kali goreng garing. Ikan kali dari jenis wader tersedia berbagai ukuran, dari yang sebesar kelingking sampai ukuran telapak tangan dewasa.
Rumah Makan "Sari Rahayu" yang terletak di Jl. Raya Semampir Banjarnegara sengaja menjajakan menu ini sebagai daya tarik tersendiri. Langkanya komoditas ikan wader di pasar-pasar tradisional membuat banyak orang tertarik ingin mencicipi gurihnya daging wader.


Ikan wader tergolong jenis ikan yang hidup di sungai. Di RM Sari Rahayu ikan wader disulap menjadi menu andalan yang paling digemari. Ikan digoreng disajikan bersama urap (kluban) atau lalapan. Sayuran yang dipakai biasanya adalah kubis dan sedikit kemangi serta beberapa potong irisan mentimun yang disajikan di atas cobek (layah). Satu lagi yang tak mungkin ditinggalkan adalah sambal terasi.

Untuk sambalnya, Anda pun bisa memesan sesuai selera. Bisa yang mentah atau jenis sambal matang. Mau yang pedas, sedang atau bahkan sangat pedas sekalipun, pramusaji di restoran ini akan memenuhi. Dengan sepiring nasi putih dan menu ikan wader goreng menjadi terasa lebih komplit. Hmm, melihatnya saja, sudah mampu menggugah selera makan ini. Menu ikan segar ini pas sekali disantap pada waktu makan siang. Apalagi pas lagi lapar seusai beraktifitas, hmmm bener-bener mak..nyuuus.!!!

Ikan wader di alam liar memakan semua makanan yang ada di alam alias omnivora. Ia makan berbagai jenis makanan seperti telur ikan lain, lumut dan berbagai jenis serangga air. Ikan ini termasuk ikan yang rakus bahkan bersifat karnivora karena ia juga makan telur ikan wader lainnya yang ada di perairan.

Nah, siapa mau mencicipi? Yuuuk ah...!???

.

Setelah sekian minggu tak beraktifitas akhirnya keluar kandang juga memulai perjalanan surveilance OPT Padi MH. 2010/2011, ini merupakan perjalanan pertama setelah dihajar penyakit Thypus. Itung-itung uji coba, ternyata masih layak jalan juga...he2 (maklum usia semakin menua).
Rasa kangen terhadap panorama pedesaan, bau lumpur, cengkerama pak tani yang bersahaja dan hamparan hijau persawahan membuat semangat menggebu-gebu untuk beraktifitas lagi, melanglang buana, menyusuri dari desa ke desa di wilayah Kab Banyumas dan Banjarnegara.
Des..mengobati rasa rindu yang mulai menebal sama blogspot yang lama tidak pernah ditengok.
Semoga postingan di bulan Nopember ini mengawali langkah untuk kembali semangat mengobarkan "Jurnalisme Warga" dan mengasah intuisi.
Judul postingan terasa wagu, terkadang begitu sulitnya mencari judul yang enak didengar, tak apalah yang penting berjalan dulu sambil menunggu wangsit dari sang angin.
Data lapang sudah didapatkan selama seharian penuh "ngubek-ngubek" Kab. Banyumas, hal ini karena kekompakan teman2 POPT yang saling membantu, kebetulan salah satu POPT adalah teman alumni Ciawi 2004 (Baca: Latihan Fungsional angkatan th. 2004).
Sehingga ada rasa setia kawan, plus penyambutan yang ramah bahkan rela begadang di Hotel karena harus berbagi cerita setelah 6 th jarang berjumpa. Curhat nih ye....!!!

Kab. Banyumas

Hari pertama harus mengubek-ubek wilayah Banyumas, kota yang terletak disebelah barat daya dan merupakan bagian dari propinsi Jateng ini terletak diantara garis bujur timur 108' 39' 17'' sampai 109' 27' 15'' diantara garis lintang selatan 7' 15' 05'' sampai 7' 37' 10'' yang berarti berada di belahan selatan garis khatilistiwa. Kabupaten Banyumas berbatasan dengan kabupaten Tegal dan Pemalang di bagian utara, kabupaten Cilacap di bagian selatan, sebelah barat berbatasan dengan kab. Cilacap dan kab. Brebes, dan sebelah timur berbatasan dengan Kab. Purbalingga, Kebumen, dan Banjarnegara.
Surveilance di wilayah Banyumas serasa pulang kampung (kebetulan berbatasan dengan Pemalang), yang menyenangkan adalah karena panorama alamnya antara daratan dan pegunungan serta lembah sungai Serayu yang mengalir cukup deras. Bumi dan kekayaan yang masih potensial karena terdapat Pegunungan Slamet dengan ketinggian puncak 3400 m dpl.

Kab. Banjarnegara

Hari kedua dan ketiga harus menyelesaikan pengamatan di wilayah Kab. Banjarnegara, yang mempunyai luas wilayah 1.064,52 km persegi, terbagi menjadi 20 kecamatan, 12 kelurahan dan 253 desa. Dari luas wilyah tersebut pola penggunaan tanahnya dibedakan sebagai berikut tanah sawah seluas 19.389,69 hektar (18,17%) yang berpengairan teknis seluas 6.745,58 hektar (6.32%), berpengairan setengah teknis seluas 969,02 hektar (0.70%), berpengairan sederhana seluas 5.647,82 hektar (5.29%) dan tadah hujan seluas 6.027,48 hektar (5.65%).

Pengamatan OPT di wilayah kedua kabupaten ini dilakukan dengan 2 cara, yaitu pengamatan tetap dan pengamatan keliling. Secara rinci pelaksanaan pengamatan tetap dan keliling sebagai berikut:
Pengamatan tetap : masing-masing diambil 2 hamparan contoh per hamparan diamati 30 rumpun contoh tanaman padi). Dilakukan secara berkala pada lokasi/tempat/petak yang mewakili bagian terbesar wilayah pengamatan yang bertujuan untuk mengetahui perubahan kepadatan populasi OPT dan musuh alami serta intensitas serangan. Petak contoh ditentukan secara purposive sampling, sehingga mewakili bagian terbesar wilayah pengamatan dalam hal waktu tanam, teknik bercocok tanam dan varietas padi yang ditanam.
Selanjutnya pengamatan keliling/patroli bertujuan untuk mengetahui tanaman terserang, terancam, dan luas pengendalian, serta dilaksanakan dengan cara menjelajahi wilayah pengamatan.

Nah, inilah surveilance pertama sejak istirahat selama hampir 3 minggu (karena sakit) ternyata masih layak jalan (he2..kayak kendaraan saja)...tadinya banyak kawan2 yang menyangsikan apakah masih kuat melakukan surveilance dua kabupaten. Rindu terhadap panorama alam yang indah, sawah yang menghijau menghampar luas bak permadani bergelar, atau hamparan sawah yang menguning dan sapaan ramah bapak/ibu tani serta bau lumpur sawah...ternyata mampu membangkitkan semangat untuk tetap tegar melanglang buana dari desa ke desa.
Sampai jumpa..!!!

Ucapan terima kasih kepada:
Ir, Tri Gunawan (Pimlab Wilayah Banyumas)
Amin Sugiharto, Turyadi, Bambang Haryanto (Staf Lab)
serta Sangadi, Nardi, Pramono (POPT Banyumas)
Yogojati Prasetyo, Daryono, Ahmad Waluyo, Budi Waluyo (POPT Banjarnegara)
.