Rabu, 23 Juni 2010 | 04:27 WIB

Jakarta, Kompas - Selama enam bulan terakhir, area sawah padi terserang hama wereng coklat tercatat 30.159 hektar. Angka ini jauh lebih tinggi dibanding periode setahun pada 2009 yang seluas 13.122 hektar. Lebih parah lagi, ledakan populasi hama ini kurang diantisipasi, padahal sebenarnya bisa diprediksi.

Kondisi iklim ekstrem seperti La Nina yang menyebabkan musim kemarau dengan banyak hujan seperti sekarang, dapat diprediksi sebelumnya. Fenomena ini menyebabkan kelembaban tinggi sehingga menimbulkan ledakan populasi serangga tertentu termasuk hama tanaman pangan, seperti wereng batang coklat.

”Sekarang petani tidak disiapkan untuk mengantisipasi serangan hama wereng coklat sehingga terjadi kerugian cukup besar,” kata Ketua Umum Perhimpunan Meteorologi Pertanian Indonesia (Perhimpi) Rizaldi Boer, Selasa (22/6) di Jakarta.

Rizaldi mengatakan, pada 1997–1998 dan pada 2005 juga terjadi La Nina. Pada tahun itu pula terjadi ledakan populasi hama wereng coklat di berbagai wilayah. Pengalaman ini dapat dijadikan acuan untuk mengantisipasi La Nina berikutnya.

Informasi iklim dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), menurut Rizaldi, tidak diterima masyarakat petani sebagai informasi yang relevan untuk pengendalian hama.

Secara terpisah, Kepala Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Dadang mengatakan, wereng coklat ini merupakan hama laten.

Jenis hama ini memiliki tingkat adaptasi tinggi terhadap perubahan lingkungan dan akan berkembang lebih baik pada kondisi kelembaban tinggi.

”Wereng coklat ini menyebarkan virus kerdil hampa,” kata Dadang.

Virus kerdil hampa dapat ditengarai pada kondisi daun bendera (paling muda) dalam bentuk yang terpilin. Tanaman padi pun menjadi kerdil, warna daunnya tampak lebih hijau dibandingkan lainnya, dan mengalami pertumbuhan tidak sempurna.

Wereng coklat memiliki indikasi merusak tanaman padi dengan mengisap cairan tanaman, memiliki kemampuan reproduksi tinggi dengan bertelur di dalam batang, memiliki sayap panjang dan sayap pendek.

”Satu generasi wereng coklat memiliki masa hidup sekitar satu bulan,” kata Dadang.

Untuk menghadapi ledakan populasi wereng coklat jangka pendek, Dadang merekomendasikan untuk dilakukan pemantauan intensif di semua area, terutama pada area endemis. Setelah itu, segera ditempuh upaya menurunkan populasi dengan memanfaatkan insektisida yang tepat atau memanfaatkan musuh alami.

Secara jangka panjang, diharapkan program penerapan pengendalian hama tanaman kembali digalakkan melalui sekolah-sekolah lapang petani. Pada era 1990, menurut Dadang, sejumlah 500.000 petani mengikuti sekolah lapang pengendalian hama tanaman.

”Sekarang, meskipun tidak ada data, diperkirakan bahwa jumlah petani yang ikut sekolah lapang ini sudah jauh berkurang,” ujar Dadang. (NAW)

Sumber: http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/06/23/04271584/Ledakan.Populasi.Hama.Kurang.Diantisipasi


Lahan yang Diserang Wereng Bertambah
15.17 | Author: Urip SR

Kamis, 17 Juni 2010 | 05:11 WIB

Solo, Kompas - Luas lahan pertanian di Jawa Tengah dan Jawa Barat yang terserang hama wereng terus bertambah.

Di Jawa Tengah, jika awal Januari 2010 lahan yang terserang wereng batang coklat 5.900 hektar dengan 729 hektar di antaranya puso, akhir Mei 2010 lahan yang terserang meningkat jadi 7.502 hektar dengan 1.667 hektar di antaranya puso.

Di Jawa Barat, menurut Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan Jawa Barat Oo Sutisna, belum ada data yang pasti tentang lahan yang diserang hama wereng. Meski demikian, laporan tentang serangan wereng meningkat.

”Sebulan lalu dilaporkan, wereng menyerang wilayah Subang. Kini Cianjur, bahkan Cirebon pun mengalami hal serupa. Kami mendesak pemerintah membantu petani memberantas hama karena serangannya sulit dibendung,” ujar Sutisna.

Di Cirebon, lanjutnya, seluruh staf dinas pertanian, peternakan, kehutanan, dan perkebunan mulai Kamis ini dikerahkan untuk ikut memberantas wereng.

Pola tanam

Di Jawa Tengah, kasus serangan wereng kemarin terungkap dalam rapat koordinasi penanggulangan serangan wereng batang coklat yang digelar di Gedung Graha Solo Raya, Solo.

Menurut Kepala Balai Perlindungan Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa Tengah Suryo Banendro, sebagian besar pengendalian hama wereng dilakukan petani dengan cara menggunakan pestisida. ”Dari lahan 37.292 hektar yang dikendalikan, seluas 30.514 hektar dikendalikan melalui pestisida. Sisanya melalui pemusnahan dan cara lain,” katanya.

Sayangnya, kata Camat Selogiri, Kabupaten Wonogiri, B Haryanto, ada petani yang menggunakan pestisida berlebihan. Akibatnya, dalam sepekan ini tujuh petani keracunan pestisida. Satu di antaranya dirawat di rumah sakit, tetapi kini telah kembali ke rumah dan menjalani rawat jalan. (EKI/NIT)


Kamis, 10 Juni 2010 | 05:38 WIB

Semarang, Kompas - Keterlambatan penanganan serangan hama wereng di 28 kabupaten di Jawa Tengah telah merugikan petani tak kurang dari Rp 90 miliar. Kondisi itu termasuk bencana ketahanan pangan.

Kepala Pelaksana Harian Badan Penanggulangan Bencana Daerah Jawa Tengah Priyantono Djarot Nugroho, Rabu (9/6) di Semarang, mengemukakan, serangan wereng yang terdeteksi mencakup areal 6.000 hektar. ”Dari segi kebencanaan, kegagalan sektor pertanian menyediakan pangan dalam jumlah besar sudah kategori bencana pangan. Target stok pangan Jateng kemungkinan bisa berkurang sebagai akibat meluasnya hama wereng,” katanya.

Priyantono menjelaskan, meluasnya hama wereng itu diduga akibat pola tanam yang tidak terkontrol oleh petugas pertanian di lapangan. Cakupan daerah serangan wereng yang paling parah justru di sentra pertanian padi, seperti Klaten, Sragen, Sukoharjo, Boyolali, Purworejo, dan Pekalongan.

Terkait serangan wereng, Kepala Bagian Humas Perum Bulog Divisi Regional Jateng Siti Farida menjamin stok beras masih aman.

Sementara itu, koordinator pengamat hama Dinas Pertanian dan Tanaman Jateng wilayah Purbalingga, Katiran, mengatakan, di wilayahnya sekitar 65 hektar sawah diserang hama penggerek batang dan lebih dari 3 hektar sawah diserang hama wereng coklat. Sementara areal sawah yang diserang tikus 140 hektar.

Sebagian besar areal sawah yang diserang ketiga macam hama itu seluruhnya gagal panen. Usia tanaman padi yang diserang hama 55 hari atau hampir separuh masa tanam hingga panen. Hama ini tersebar di sejumlah kecamatan. (WHO/MDN)

Dari Trichogramma sp. menuju Kalpataru
14.25 | Author: Urip SR
Pemenang anugerah lingkungan Kalpataru 2010 di antaranya para perintis lingkungan, yang secara individual berkiprah memperbaiki atau meningkatkan kualitas lingkungan. Salah satu diantaranya Kholifah asal Pasuruan Jawa Timur. Perempuan petani ini menerima Kalpataru karena sukses merintis budi daya padi organik dengan mengurangi hama, khususnya hama penggerek batang dengan menggunakan musuh alaminya, parasit Trichogramma sp.

Kholifah sebelumnya belajar di Laboratorium Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman milik Departemen Pertanian di Pasuruan, untuk mempelajari metode ramah lingkungan ini. Setelah menguasainya, pada 1999 Kholifah merintis penggunaan parasit tersebut dan diterapkan di sawahnya seluas satu hektar.

”Sejak tahun 1999, saya merintis penggunaan parasit Trichogramma sp. karena tidak berdampak pada lingkungan. Jadi, lebih aman,” ujar Kholifah, Selasa (8/6), seusai menerima Kalpataru dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Jakarta.

Kholifah terus menyebarkan cara-cara penggunaan musuh alami hama itu kepada empat kelompok tani dengan luas sawah puluhan hektar di Pasuruan. Dia kini mampu mengembangbiakkan Trichogramma sp. hingga mencapai 20.000 pias per tahun. Setiap satu pias bisa digunakan untuk beberapa hektar lahan.

Untuk menunjang produksi padi organik, Kholifah juga memproduksi 5.000 liter per tahun pupuk organik cair, 6 ton per tahun pupuk organik padat. Kholifah juga mengembangkan usaha tanaman hias dan produksi jamur antagonis. (Sumber: Kompas Kamis, 10 Juni 2010 | 04:28 WIB)***

Bersambung.....!!!!

Subsidi Langsung Bikin Gamang
08.38 | Author: Urip SR
Kebijakan Pertanian Jangan Hanya Populis

Kompas, Rabu, 9 Juni 2010 | 04:08 WIB

Sebagian besar petani, pengurus kelompok tani, dan kepala desa di Kabupaten Karawang, Jawa Barat, gamang dengan kebijakan subsidi pupuk langsung kepada petani. Karawang menjadi proyek percontohan bagi uji coba program subsidi langsung tersebut.

Menurut Wakil Menteri Pertanian Bayu Krisnamurthi seusai pencanangan subsidi pupuk langsung kepada petani di Karawang, Selasa (8/6), tahap awal uji coba dilakukan untuk 100.000 hektar lahan, dengan anggaran Rp 100 miliar untuk alokasi 20.000 ton pupuk urea. Bayu mengakui, masih banyak persoalan yang dihadapi dalam uji coba terkait mekanisme penyaluran uang subsidi.

Dalam sistem ini, petani bisa langsung mengambil dana subsidi melalui ketua dan bendahara kelompok tani atau gabungan kelompok tani (gapoktan).

Cara lain, petani mendapat kupon subsidi. Selanjutnya, kupon ditukarkan dengan pupuk ke kios pengecer pupuk. Untuk itu, petani harus mengeluarkan dana tambahan guna membeli pupuk dengan harga komersial.

Namun, belum ada keputusan final mekanisme mana yang akan dipakai.

”Intinya, dalam subsidi langsung, petani membeli pupuk di kios dengan harga pokok produksi atau harga komersial. Selanjutnya, petani mengambil uang subsidi melalui rekening gapoktan atau kelompok tani,” ujar Bayu. Tahun 2010 subsidi pupuk mencapai Rp 15 triliun.

Dengan sistem ini, tidak ada lagi dana subsidi pupuk yang masuk ke rekening pabrik pupuk.

”Nanti tidak ada lagi dualisme harga. Yang ada harga pupuk nonsubsidi atau komersial sebagai harga referensi yang ditetapkan pemerintah,” katanya.

Nilai subsidi yang diberikan ke petani adalah selisih harga pupuk yang ditetapkan pemerintah melalui harga eceran tertinggi (HET) dengan harga komersial.

Saat ini HET urea Rp 1.600 per kg, superphos Rp 2.000 per kg, ZA Rp 1.400 per kg, NPK Rp 2.300 per kg, dan pupuk organik Rp 700 per kg. Harga pupuk urea nonsubsidi rata-rata saat ini Rp 2.500 per kg dan NPK Rp 3.000.

”Harapan saya, 2011 uji coba diperluas ke wilayah pulau atau provinsi lain. Baru, kalau uji coba perluasan lahan lancar, diterapkan secara nasional,” kata Bayu.

Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Gatot Irianto menjelaskan, kebijakan subsidi pupuk langsung kepada petani ditetapkan berdasarkan Inpres No 1/2010.

Setelah uji coba Juni-Agustus 2010 akan dilakukan penyiapan administrasi, termasuk anggaran subsidi. Jangan populis Menanggapi kebijakan baru subsidi pupuk, Bupati Karawang Dadang S Mocthar mengingatkan agar kebijakan pertanian jangan hanya bersifat populis.

”Banyak kebijakan yang hanya ingin mendongkrak popularitas untuk perolehan suara 2014. Kita lihat uji coba ini. Kalau positif, dilanjutkan. Kalau negatif, dihentikan.”

Dadang menjelaskan, subsidi pupuk langsung rentang kendalinya panjang. Di Karawang ada 2.000 gapoktan dan kelompok tani. ”Padahal, mata Bupati hanya dua, bagaimana melakukan pengawasan,” tuturnya.

Apalagi, lanjut Dadang, saat ini sawah teknis pertanian di Karawang 85.000 hektar, 70 persen dimiliki orang-orang kaya Jakarta. ”Mayoritas di Karawang petani penggarap,” ujarnya.

Menurut Dadang, subsidi pupuk sistem tertutup berbasis rencana definitif kebutuhan kelompok (RDKK) relatif bagus. ”Kendalanya, fee yang diberikan pemerintah ke kios pengecer terlalu kecil sehingga mereka menaikkan harga jual Rp 150 per kilogram dan Rp 100 yang ditoleransi pemda,” ujarnya.

Kekhawatiran petani, terutama bila terjadi bencana, apakah mereka masih mendapat subsidi. Bagaimana bila tidak punya uang tunai untuk membeli pupuk dengan harga komersial dan tidak mampu membeli semua pupuk jatahnya, selain kemungkinan pungutan liar oleh aparat.

Menanggapi kekhawatiran itu, Bayu menegaskan, untuk mencegah penyimpangan, perlu melibatkan sistem pemerintahan daerah dan pengawasan distribusi oleh pabrik pupuk, Komisi Pengawas Pupuk dan Pestisida, serta mendorong bangkitnya sistem pengawasan sosial oleh masyarakat. (MAS)***

Sumber: http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/06/09/04081665/Subsidi.Langsung.Bikin.Gamang

Sijampang Memantau Hujan
08.28 | Author: Urip SR
Kompas, Rabu, 9 Juni 2010 | 04:29 WIB

Hujan kerap kali berdampak banjir di Jabodetabek. Kondisi ini lebih lanjut juga sering menimbulkan kemacetan lalu lintas. Penyampaian informasi tentang hujan secara langsung kepada masyarakat melalui layanan pesan pendek diharapkan dapat membantu pengambilan langkah antisipatif.

Sistem layanan informasi itu dikembangkan tim peneliti dari Nusantara Earth Observation Network (NEOnet) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Mereka menjulukinya Sijampang, yaitu akronim bebas dari Sistem Informasi Hujan dan Genangan Berbasis Keruangan.

Pada peluncuran Sijampang, Selasa (8/6), Deputi Teknologi Pengembangan Sumber Daya Alam BPPT Jana Tjahjana Anggadiredja, Selasa, mengatakan, sistem informasi ini dikembangkan berbasis pada data pemantauan massa udara oleh stasiun radar yang dikelola BPPT dan data curah hujan dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).

Radar Doppler C-band yang terbangun melalui program Hydrometeorological Array for Intraseasonal variation Monsoon Automonitoring (Harimau)—program kerja sama Indonesia dengan Jepang—dapat memantau kondisi atmosfer hingga radius sekitar 100 kilometer dari stasiunnya yang berada di Puspiptek Serpong. Adapun ketinggian awan hujan yang dapat terpantau radar berada 500 meter hingga 2.000 meter di atas permukaan bumi.

Lewat Twitter

Data analisis kondisi atmosfer itu kemudian dianalisis dan dipadukan dengan data curah hujan dalam peta spasial berbasis Google map, kata Direktur NEONet BPPT, Agus Wibowo.

Informasi itu ditampilkan dalam situs web NEONet (www.neonet.bppt.go.id/sijampang). Selain data spasial, Sijampang juga ditampilkan dalam bentuk teks yang dapat diakses melalui layanan Twitter dan wordpress.

Dalam data spasial itu akan ditampilkan lebih dari 100 titik-titik pantauan hujan, dengan klasifikasi hujan ringan, gerimis, sedang, dan lebat. Data diperbarui setiap enam menit atau near realtime. Sistem peranti lunak bebasis WebGIS digunakan untuk menganalisis data, memadukan, dan kemudian menampilkannya di web.

Kontributor masyarakat

Untuk memverifikasi informasi hujan, pada tahap awal program, pengelola Sijampang melibatkan para kontributor yang berdomisili di Jakarta, Banten, dan Jawa Barat sesuai dengan jangkauan radar, jelas Hartanto Sanjaya, anggota tim pengembang Sijampang.

Saat ini ada lebih dari 100 titik referensi dalam radius jangkauan radar, 105 km. Daerah yang terliput: seluruh Banten kecuali Ujung Kulon, seluruh DKI Jakarta hingga Kepulauan Seribu dan sebagian Jawa Barat, yaitu Karawang timur hingga Pelabuhanratu selatan.

Kini telah ada lebih dari 61 kontributor dari masyarakat. Pihak BPPT akan terus menambah jumlah kontributor melalui aktivitas Sijampang goes to school bulan Juli mendatang. Ada 50 sekolah dilibatkan sebagai kontributor. Mereka akan dikirimi data hujan di wilayahnya lewat SMS dan diharapkan mereka menjawab kondisi riil untuk konfirmasi.

Partisipasi publik bersifat aktif, yaitu kontributor mengirimkan data cuaca di lokasi mereka berada, sesuai titik referensi yang ada. Pada partisipasi pasif, kontributor akan menerima SMS dari operator Sijampang untuk menanyakan kondisi cuaca di titik referensi tertentu.

Pengembangan Sijampang

Dalam verifikasi data itu, jelas Udrekh, selaku Pimpinan Proyek Sijampang, timnya akan terus mengembangkan kemampuan pemantauan sistem tersebut dengan menambah informasi daerah rawan banjir, data pintu air, hingga mampu menampilkan prediksi banjir.

Berbasis data radar tersebut, tambah Hartanto, sejak dua tahun terakhir dikembangkan prediksi sebaran hama padi bacterial leaf blight (BLB) atau kresek yang mengacu pada curah hujan berskala lokal.

Diketahui, BLB merebak dalam dua minggu setelah curah hujan tinggi di daerah tertentu. Penerapan sistem di Karawang, dilakukan bekerja sama dengan Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan (BBPOPT) Jatisari, Karawang.

Data radar juga dikembangkan untuk prediksi banjir. Untuk itu dikembangkan model algoritme dengan memasukkan data terkait berupa tinggi muka air sungai yang terpantau oleh alat otomatis yang terpasang di DAS. Sistem ini dikembangkan bersama Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane Kementerian PU.

Sementara itu, untuk program Sijampang, menurut Hartanto, informasi mengenai genangan masih belum memadai karena sebagian besar kontributor yang tidak berada di daerah genangan. Diharapkan, pada akhir tahun ini informasi genangan dapat disajikan lebih optimal.

Menurut Jana, penerapan Sijampang ke sejumlah daerah akan dilakukan bekerja sama dengan BMKG yang memiliki 22 stasiun radar. (YUNI IKAWATI)***

TENTANG PF2N DI BATAM
10.01 | Author: Urip SR
Pekan Flori dan Flora Nasional (PF2N)
Batam 15 Juli s/d 22 Juli 2010
(Depan Gedung DPRD Kota Batam/Asrama Haji Batam)

Walaupun acaranya masih sebulan lagi digelar, tetapi persiapan dini sudah dilakukan mulai saat ini, maklum direncanakan saja terkadang kurang memuaskan apalagi kalau mendadak. Kedodoran deh...:-)
Pastinya persiapan kali ini disesuaikan dengan budget yang ada, so pasti yang perlu dibuat adalah tampailan baru (topik) apa yang mau ditonjolkan dalam panel-panel pameran.
Eit...tentu ada yang bertanya-tanya apa itu PF2N..??? Barangkali tidak ada salahnya kalau sedikit diulas biar jelas dan terang benderang (tidak seperti kasus Bank Century) ?.
Apa itu PF2N..???
Pekan Florikultura dan Flora Nasional (PF2N) merupakan acara tahunan yang dirancang untuk memperlihatkan kepada publik bahwa pemerintah baik pusat maupun daerah mempunyai komitmen yang tinggi untuk membangun industri hortikultura di Indonesia.
Berawal dari kegiatan Pekan Anggrek Nasional di Yogyakarta (2002), Bandung (2003), Bali (2004) dilanjutkan dengan International Flora Show di Jakrta (2005) kemudian kegiatan tersebut dikembangkan menjadi Pekan Florikultura di Semarang (2006), Mataram (2007), di Tomohon (2008). Sejak tahun 2009 berkembang menjadi Pekan Flori dan Flora Nasional (PF2N) yang mempromosikan hortikultura Indonesia tidak hanya tanaman hias tetapi juga beragam komoditas hortikultura Indonesia lainnya seperti buah, sayur, dan biofarmaka beserta pendukung industri hortikultura Indonesia. PF2N I (pertama) kota Tangerang dipercaya sebagai tuan rumah pelaksana, sedangkan PF2N tahun 2010 ini, kota Batam dipercaya sebagai penyelenggara Pekan Flori dan Flora Nasional. Dalam Pekan Flori dan Flora (PF2N) ini akan diikuti oleh Pemerintah Propinsi dan Kabupaten/Kota sentra hortikultura dan didukung oleh para pelaku bisnis yang ada di daerah-daerah tersebut.
Melalui penyelenggaraan PF2N secara berkala setiap tahun diharapkan dapat tercipta proses membangun kesepahaman (Commitment building) antara Pemerintah Pusat, Propinsi, Kabupaten/Kota dan para pelaku industri hortikultura.
TUJUAN
PF2N 2010 bertujuan untuk: (1) Memasyarakatkan produk hortikultura nasional (tanaman hias, buah, sayuran dan biofarmaka) kepada para konsumen, dalam upaya peningkatan permintaan pasar dalam dan luar negeri, (2) Meningkatkan citra hortikultura dalam khazanah pemasaran dalam dan luar negeri, (3) Menjadikannya sebagai ajang forum investasi, konsultasi dan kontak bisnis.
PENGUNJUNG
Pejabat dan unsur Pemerintah Pusat
Propinsi dan Kabupaten seluruh Indonesia
Pelaku bisnis Hortikultura (buyers dan Traders)
Atase Perdagangan dan Kedutaan Asing serta perwakilan dagang negara sahabat
Pelajar, mahasiswa dan institusi pendidikan
Wisatawan asing dan domestik
Masyarakat.
ACARA
1. Pameran Produk dan hasil Pembangunan Hortikultura
2. Bursa Produk Hortikultura (Segar, Olahan, benih, sarana produksi, dll)
3. Jambore Teknologi Varietas & Pupuk Organik (Sayuran dan Buah semusim) di Pendopo Balai Agribisnis Sei Temiang.
- Temu Wicara
- Panen Raya
- Workshop
- Demplot
4. Berbagai Lomba:
- Stand Hortikultura
- Merangkai buah, sayuran dan biofarmaka serta tanaman hias
- Makan dan kupas buah serta makan sayur
- Anggrek dan hasil silangan anggrek, dst.
5. Temu bisnis dan kontak bisnis
6. Gerakan makan sayuran (GEMA Sayuran)
7. Parade Mobil Hias Hortikultura
8. Tour Agro and Culture
- Singapura (Anggrek) - Singapura Garden
- Jembatan Barelang/Pulau Galang.
Nah demikianlah sekilas informasi semoga bermanfaat, siapa tahu bisa berlibur di Batam sekalian mampir di acara tersebut ya. Salam..!!! (uripsr@ymail.com)
greener world and healtier life with horticulture
.