Sijampang Memantau Hujan
08.28 | Author: Urip SR
Kompas, Rabu, 9 Juni 2010 | 04:29 WIB

Hujan kerap kali berdampak banjir di Jabodetabek. Kondisi ini lebih lanjut juga sering menimbulkan kemacetan lalu lintas. Penyampaian informasi tentang hujan secara langsung kepada masyarakat melalui layanan pesan pendek diharapkan dapat membantu pengambilan langkah antisipatif.

Sistem layanan informasi itu dikembangkan tim peneliti dari Nusantara Earth Observation Network (NEOnet) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Mereka menjulukinya Sijampang, yaitu akronim bebas dari Sistem Informasi Hujan dan Genangan Berbasis Keruangan.

Pada peluncuran Sijampang, Selasa (8/6), Deputi Teknologi Pengembangan Sumber Daya Alam BPPT Jana Tjahjana Anggadiredja, Selasa, mengatakan, sistem informasi ini dikembangkan berbasis pada data pemantauan massa udara oleh stasiun radar yang dikelola BPPT dan data curah hujan dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).

Radar Doppler C-band yang terbangun melalui program Hydrometeorological Array for Intraseasonal variation Monsoon Automonitoring (Harimau)—program kerja sama Indonesia dengan Jepang—dapat memantau kondisi atmosfer hingga radius sekitar 100 kilometer dari stasiunnya yang berada di Puspiptek Serpong. Adapun ketinggian awan hujan yang dapat terpantau radar berada 500 meter hingga 2.000 meter di atas permukaan bumi.

Lewat Twitter

Data analisis kondisi atmosfer itu kemudian dianalisis dan dipadukan dengan data curah hujan dalam peta spasial berbasis Google map, kata Direktur NEONet BPPT, Agus Wibowo.

Informasi itu ditampilkan dalam situs web NEONet (www.neonet.bppt.go.id/sijampang). Selain data spasial, Sijampang juga ditampilkan dalam bentuk teks yang dapat diakses melalui layanan Twitter dan wordpress.

Dalam data spasial itu akan ditampilkan lebih dari 100 titik-titik pantauan hujan, dengan klasifikasi hujan ringan, gerimis, sedang, dan lebat. Data diperbarui setiap enam menit atau near realtime. Sistem peranti lunak bebasis WebGIS digunakan untuk menganalisis data, memadukan, dan kemudian menampilkannya di web.

Kontributor masyarakat

Untuk memverifikasi informasi hujan, pada tahap awal program, pengelola Sijampang melibatkan para kontributor yang berdomisili di Jakarta, Banten, dan Jawa Barat sesuai dengan jangkauan radar, jelas Hartanto Sanjaya, anggota tim pengembang Sijampang.

Saat ini ada lebih dari 100 titik referensi dalam radius jangkauan radar, 105 km. Daerah yang terliput: seluruh Banten kecuali Ujung Kulon, seluruh DKI Jakarta hingga Kepulauan Seribu dan sebagian Jawa Barat, yaitu Karawang timur hingga Pelabuhanratu selatan.

Kini telah ada lebih dari 61 kontributor dari masyarakat. Pihak BPPT akan terus menambah jumlah kontributor melalui aktivitas Sijampang goes to school bulan Juli mendatang. Ada 50 sekolah dilibatkan sebagai kontributor. Mereka akan dikirimi data hujan di wilayahnya lewat SMS dan diharapkan mereka menjawab kondisi riil untuk konfirmasi.

Partisipasi publik bersifat aktif, yaitu kontributor mengirimkan data cuaca di lokasi mereka berada, sesuai titik referensi yang ada. Pada partisipasi pasif, kontributor akan menerima SMS dari operator Sijampang untuk menanyakan kondisi cuaca di titik referensi tertentu.

Pengembangan Sijampang

Dalam verifikasi data itu, jelas Udrekh, selaku Pimpinan Proyek Sijampang, timnya akan terus mengembangkan kemampuan pemantauan sistem tersebut dengan menambah informasi daerah rawan banjir, data pintu air, hingga mampu menampilkan prediksi banjir.

Berbasis data radar tersebut, tambah Hartanto, sejak dua tahun terakhir dikembangkan prediksi sebaran hama padi bacterial leaf blight (BLB) atau kresek yang mengacu pada curah hujan berskala lokal.

Diketahui, BLB merebak dalam dua minggu setelah curah hujan tinggi di daerah tertentu. Penerapan sistem di Karawang, dilakukan bekerja sama dengan Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan (BBPOPT) Jatisari, Karawang.

Data radar juga dikembangkan untuk prediksi banjir. Untuk itu dikembangkan model algoritme dengan memasukkan data terkait berupa tinggi muka air sungai yang terpantau oleh alat otomatis yang terpasang di DAS. Sistem ini dikembangkan bersama Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane Kementerian PU.

Sementara itu, untuk program Sijampang, menurut Hartanto, informasi mengenai genangan masih belum memadai karena sebagian besar kontributor yang tidak berada di daerah genangan. Diharapkan, pada akhir tahun ini informasi genangan dapat disajikan lebih optimal.

Menurut Jana, penerapan Sijampang ke sejumlah daerah akan dilakukan bekerja sama dengan BMKG yang memiliki 22 stasiun radar. (YUNI IKAWATI)***

This entry was posted on 08.28 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

0 komentar: