SPOT STOP...!!!
01.30 | Author: Urip SR
Arahan Dirjen Tanaman Pangan pada saat pembukaan Workshop Wereng Batang Coklat dan Penyakit utama padi di Lamongan (20/4) yang baru lalu. Workshop menghasilkan kertas kerja yang merupakan dasar kita untuk mengimplementasikan secara nyata di tingkat lapang. Langkah nyata dalam pengendalian wereng batang coklat melalui RTL di Jawa Timur ini merupakan rangkaian dari workshop-workshop yang telah ada sebelumnya, dimulai dari Jawa Tengah (Tegalgondo), Jawa Barat, Banten, dan Jawa Timur. Setelah itu tidak ada lagi workshop serupa artinya permasalahan eksplosif hama wereng sudah bisa diatasi. Tidak ada lagi laporan adanya spot-spot hopperburn akibat serangan wereng batang coklat terhadap tanaman padi.
SPOT STOP...!!!
Mampukah kita? Pertanyaan besar yang menyeruak diantara benak para hadirin yang memenuhi aula gedung Korpri Jl. Kusuma Bangsa Lamongan. Kunci sukses pengendalian adalah terkoordinasi antara pusat dan daerah dalam mengambil kebijakan yang cepat. Aparat yang sinergis, tanggap terhadap segala permasalahan OPT yang berkembang.
Petani bersama pemerintah harus mempunyai semangat yang sama dalam menghentikan penyebaran wereng coklat. Dirjen Tanaman Pangan,Udhoro Kasih Anggoro, dalam Workshop Pembuatan Rencana Tindak Lanjut Pengendalian Wereng Coklat dan Hama Penyakit Utama Padi di Lamongan, Jawa Timur, Rabu (20/4/2011), memaparkan empat strategi yang diterapkan untuk mempertahankan ketahanan pangan.

Udoro menjelaskan strategi pertama, yaitu perluasan areal tanam untuk meningkatkan produktivitas dari 5,1 ton menjadi 5,3 ton per hektar. Strategi kedua, pengamanan produksi dengan cara menurunkan serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) dan menurunkan kehilangan hasil.

Strategi ketiga, penguatan kelembagaan petani dan pembiayaan untuk petani. Sementara strategi keempat, penguatan produktivitas melalui varietas yang sesuai kondisi lahan di wilayah setempat sehingga terjadi peningkatan sebesar 0,3 kuintal per hektar.

Dia berharap dengan strategi tersebut, maka upaya surplus sebesar 70,6 ton gabah kering giling (GKG) menjadi kenyataan. "Upaya ini sebagai penerjemahan instruksi presiden yang isinya gerakan lawan hama dengan langkah nyata sebaik-baiknya," ujar Udhoro.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Made Jana Mejaya menyampaikan, workshop sebelumnya dilaksanakan di Tegalgondo, Solo, Jawa Tengah, pada 31 Maret 2011, yang dihadiri perwakilan dari tujuh kabupaten/kota eks karesidenan Surakarta dan yang kedua di Sukamandi pada 12 April 2011 dihadiri perwakilan 10 kabupaten di Jawa Barat dan Banten.

Workshop di Lamongan dihadiri perwakilan 15 kabupaten di Jawa Timur yang mengalami serangan hama wereng, yakni Banyuwangi, Bojonegoro, Bondowoso, Gresik, Jember, Kediri, Lamongan, Lumajang, Madiun, Ngawi, Ponorogo, Sidoarjo, Situbondo, Tuban, dan Tulungagung. Kegiatan itu dilaksanakan dalam rangka normalisasi produksi padi pascaledakan wereng coklat.

Lamongan merupakan salah satu kabupaten yang wilayahnya cukup parah diserang wereng coklat. Respons atas rencana tindak lanjut ditunjukkan oleh Gubernur Jawa Tengah dengan menyuplai 40 ton bibit kepada petani. Dengan adanya RTL, mampu bermanfaat bagi petani dan mampu mengamankan produksi beras nasional.

Kepala Dinas Tanaman Pangan Provinsi Jawa Timur Wibowo Eko Putro berharap bisa melaksanakan Inpres Nomor 5 Tahun 2011 tentang Bantuan Penanggulangan Padi Puso. Dia menyebutkan, pada 2010 sekitar 21.000 hektar padi di Jawa Timur mengalami puso. Penyebab kegagalan panen tersebut adalah wereng, banjir, dan kekeringan.

Wibowo menyatakan, peran Jawa Timur dalam pengadaan beras nasional sebesar 17 persen. Petani Jatim perlu survive dalam melawan OPT. "Bukan penggantiannya yang diharapkan, melainkan bagaimana melindungi petani dalam mempertahankan produksi pertanian," kata Wibowo.

Wakil Bupati Lamongan Amar Saifudin menyatakan, Pemkab Lamongan siap bersinergi dalam pelaksanaan RTL. Pemkab Lamongan berusaha memperbaiki infrastruktur pertanian berupa pembangunan jalan, perbaikan irigasi, serta perbaikan sarana pertanian lainnya.

Pakar Wereng Batang Coklat dari BB-Padi, Profesor Baehaki Suherlan Effendi, mengatakan bahwa RTL adalah kegiatan yang berkelanjutan yang dilakukan secara terus-menerus. Diperlukan kebersamaan dalam menanam padi, terutama dalam tanam serentak atau berjemaah.
.
This entry was posted on 01.30 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

2 komentar:

On 9 Maret 2012 pukul 10.29 , Anonim mengatakan...

Dari tulisan di berbagai sumber tentang semboyan Spot Stop, salah satu strateginya adalah "menurunkan serangan OPT". Pemahaman umum terhadap strategi tersebut adalah pengendalian dengan Pestisida, karena itu yang mudah diaplikasikan dilapangan serta terbukti hasilnya. Lha kalu ini terjadi seperti pada era 70an, maka racunlah yang akan mengisi tanah air kita. Jadi sia-sialah program perlindungan ramah lingkungan yang telah dibangun selama ini. Lagi pula kelihatannya pejabat di pusat dan daerah menerapkan semboyan spot stop tersebut untuk semua opt dan komoditi. Bahkan ada pejabat perlindungan yang menargetkan intensitas serangan maksimal 5 %. Bisakah semua itu tanpa pestisida ? Mampukah agensia hayati dan sejenisnya menjawab keinginan pejabat yang sedang mempertahankan kedudukannya ? Hadi Suwito (suarahati222@yahoo.com)

 
On 15 Maret 2012 pukul 20.34 , Anonim mengatakan...

Saya sepakat dengan Anda Pak Hadi, ulasan anda sangat menarik, ini akan saya angkat menjadi topik yg hangat...!