Ritual Diujung Kabut
11.18 | Author: Urip SR
Di Ujung Desa (Urip SR)
Matahari semakin tergelincir di ufuk barat, hawa dingin semakin terasa merasuk. 
Kabut tebal mulai menyelimuti suasana perkampungan.  Bersamaan kampung beranjak semakin sepi, satu persatu petani meninggalkan persawahan.
Esok pagi satu persatu petani meninggalkan perkampungan mulai bergelut dengan lumpur pekat.
Pematang yang berliku dari sawah terasering terasa sulit untuk ditapaki.
Pagi ini kabut seperti hujan menyergap bumi, menepis segala pandangan menjadi sirna.
Termasuk kampung desa di ujungnya.

Kami baru saja melakukan ritual tanam padi….
Beginilah cara kami memperlakukan bumi, penghargaan dan penghormatan sebagaimana ketika “Sang Dewi Sri” memberi berkah kepada kami.
Tanah yang subur, padi yang bernas dan panen yang berlimpah.
Ritual ini tetap kami lakukan sampai menjelang panen tiba “kenduri petik padi” mempersembahkan kepada Sang Dewi Sri meski mereka tak pernah berharap.

Inilah bentuk penghormatan…
Sawah itu tak pernah sepi, karena mereka meyakini leluhur mereka masih hadir disana.
Namun ketika beranjak meninggalkan sawah itu, saya merasa ada nada kesunyian…dan saya berharap sawah dan kebun menghasilkan padi yang bernas dan melimpah.

Kabut menyelimuti, …
hawa dingin terus merasuk ke kulit, saya tetap khidmat memandangi hamparan sawah
setiap pagi, sebuah ritual langka di ujung kabut sampai matahari tergelincir di ufuk barat.
(USR)***
.
This entry was posted on 11.18 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

0 komentar: