JAKARTA-MI: Pemerintah akan mengevaluasi kebijakan menggenjot penggunaan benih padi hibrida secara luas dalam areal sawah Indonesia ke depan. Sebab, penggunaan benih padi yang berproduktifitas tinggi itu diduga turut menjadi salah satu pemicu meluasnya serangan hama wereng belakangan ini.
Demikian dikemukakan Wakil Menteri Pertanian Bayu Krisnamurthi usai membuka Workshop Nasional Wereng Batang Coklat di Kementerian Pertanian, Jakarta, Rabu (19/5).
Menurut dia, tak dimungkiri benih padi hasil persilangan induk tetua unggul itu unggul dalam hal produktifitas dibandingkan jenis konvensional atau inbrida. Padi hibrida pun diakuinya menjadi salah satu kunci mendongkrak produksi padi Indonesia, utamanya dalam 2 tahun terakhir. Pencapaian swasembada beras di 2009 pun diakui tak lepas akibat penggunaan padi hibrida.
"Karena itu kita terus dorong penggunaannya karena kala itu wabah wereng belum mengkhawatirkan seperti saat ini," ujarnya.
Namun demikian, pihaknya menduga serangan hama ini juga akibat adanya penggunaan benih-benih padi hibrida dalam jumlah besar dalam 2-3 tahun terakhir. Apalagi, ada kemungkinan benih-benih yang diproduksi massal oleh produsen hingga digunakan petani tidak tahan dengan hama ini. "Ini yang perlu kita evaluasi saat ini," ujarnya.
"Memang hibrida baik untuk dongkrak produksi. Tapi kita tahu, jenis itu memang cenderung lebih rentan terhadap OPT (organisme pengganggu tanaman. Risiko inilah yang perlu kita tetap perhitungkan di luar benefit tingginya tingkat produktifitasnya," ujarnya.
Karena itu, pemerintah memandang perlu melakukan evaluasi untuk melihat, sudah tepatkah penggunaan hibrida saat ini. "Mau kita lihat lagi. Apakah inbrida atau hibrida. Di satu sisi tingkat produktiffitas tinggi, tapi harus juga tahan terhadap serangan wereng," ujarnya.
Pasalnya, masih ada banyak ada banyak faktor teoritis penyebab meluasnya serangan hama serangga yang diketahui pertama mulai menjangkiti di Indonesia sejak 1931 itu. Di antaranya yakni adanya perubahan iklim yang membuat pola tanam menjadi tidak serentak. Hal itu memicu persebarannya karena setiap saat ada tempat hidup.
"Selain itu, banyak petani yang sudah lupa bagaimana menangani hama ini karena 10 tahun terakhir tidak pernah lagi menjangkiti Indonesia dalam skala luas," ujarnya.
Di tempat sama, pakar proteksi tanaman UGM Kasumbogo Untung mengatakan, belajar dari pengalaman yang lalu-lalu, salah satu faktor pemicu cepatnya wabah hama wereng saat ini adalah penanaman benih padi dari varietas-varietas yang rentan terhadap serangan hama serangga itu. Berdasarkan sifatnya, padi jenis hibrida diketahui sangat peka terhadap serangan hama ini.
Apalagi, menurut laporan, daerah-daerah yang terkena serangan hama ini sebagian besar berada pulau Jawa, khususnya di pantai utara Jawa. Lokasi itu memang diketahui menjadi kawasan endemik (area khusus persebaran) tempat berkembang biaknya hama serangga itu.
Karena itu, ujarnya, perlu ada pembatasan jumlah dan evaluasi penyebaran wilayah penggunaan padi hibrida. Daerah-daerah yang diketahui menjadi lokasi endemik persebaran hama wereng harus dilarang ditanami padi hibrida.
Selain itu, hama ini juga telah turut mewabah di negara-negara sentra produksi padi yang juga diketahui menggenjot penggunaan padi hibrida. "Di China, lokasi asal benih jenis ini, bahkan sampai jutaan hektar yang terkena wereng," ujarnya.
Berdasarkan laporan Kementerian Pertanian, luas lahan persawahan yang terkena serangan wereng coklat periode Januari-April 2010 mencapai 23.402 hektar (ha) dengan puso (gagal total) seluas 69 ha. Luasan itu lebih tinggi 82% dibandingkan dengan periode sama di 2009 yang seluas 12.852 ha dengan puso 542 ha.
Luasannya saat ini bahkan lebih tinggi 97% dibandingkan luas serangan pada rerata 5 tahun sekurun 2004-2008 yang seluas 11.822 ha dengan puso 179 ha. Per 18 Mei 2010, luasnya telah bertambah 2.606 ha atau menjadi 26.008 ha dengan puso 268 ha.(Anindityo Wicaksono)***
Sumber: http://www.mediaindonesia.com
This entry was posted on 13.43 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

0 komentar: