Mengenalkan Padi Sejak Dini
14.08 | Author: Urip SR
Siapa yang ingin jadi petani? (Foto: Hartanto Sanjaya)
Mengenalkan tanaman padi sejak usia dini agar generasi penerus mengetahui bahwa makanan pokok yang mereka santap sehari-hari mengalami beberapa proses pertumbuhan yang membutuhkan waktu.  Ini adalah catatan kecil yang tercecer dari acara Pekan Peramalan OPT Tanaman Pangan, yang paling berkesan adalah saat anak-anak Sekolah Dasar mengunjungi areal Demonstrasi Plot (Dem-Plot) di kompleks Balai Besar Peramalan OPT (BBPOPT) Jatisari.  Diwajah lugu mereka terpancar kegembiraan walau diterpa terik matahari, cukup melelahkan bagi anak-anak mengilingi kawasan kebun padi seluas 4 hektar.  Lewat pemandu mereka diperkenalkan betapa pentingnya sebutir beras.
"Anak2,... bagi sebagian besar penduduk Indonesia PADI adalah KEHIDUPAN. Malai dan bulirnya telah membentuk budaya, pola makan, dan ekonomi berjuta jiwa." demikian kata pengantar dari Pemandu menerangkan.
" Bagi mereka sungguh tak terbayangkan bagaimana menjalani hidup ini tanpa padi." katanya lagi.
Sang pemandu yang tak lain adalah seorang karyawati BBPOPT yang masih muda dan enerjik menjelaskan lebih lanjut tentang padi.
Sejak berabad-abad yang lalu, padi telah mempengaruhi kehidupan dan budaya jutaan orang Indonesia.  Pada suku2 tertentu, padi mengatur irama hidup yang menjembatani dunia fana dan alam baka.  Pada sebagian besar masyarakat, padi telah memberi warna pada pola kebiasaan, kepercayaan, upacara, dan perhelatan.  Di sebagian besar wilayah Indonesia, padi adalah penentu KETAHANAN PANGAN.  Penduduk miskin di kota maupun di desa, bisa jadi membelanjakan separuh sampai tiga perempat penghasilannya untuk beras (hanya untuk beras).
Pada 25 tahun mendatang, penduduk negeri ini diperkirakan akan mencapai 275 juta orang karena setiap hari hampir 8000 wajah baru muncul menambah rona kehidupan yang beragam.  Memberi makan jumlah penduduk yang demikian besar akan memerlukan usaha yang tidak ringan, karena produksi padi harus ditingkatkan dari 65,74 juta ton gabah kering giling (GKG) (Asem 2011) menjadi 70 juta ton GKG.  Sementara luas lahan sawah terus menyusut dan kesuburan tanah semakin terkuras, ketahanan pangan nasional seakan ditantang oleh keburaman yang tak lagi samar.  Disaat kritis melanda ekonomi bangsa, kebijaksanaan terhadap perpadian pun menuntut perhatian khusus.  Menjaga keseimbangan antara kepentingan konsumen dan produsen memerlukan ketelitian prima agar nasib petani tak lagi ditelantarkan.
" Jadi Petani capek ya Bu,?" teriak anak-anak lantang.
" Ya, begitulah, makanya kalau makan dihabiskan, kasihan bapak petani." jawab sang pemandu sambil membagikan kue pengganjal perut dan segelas air mineral.
Aku tertegun, tersekat di tenggorokan, aku harus menjawab apa, bolehkah mereka bercita-cita menjadi petani? Tentu tidak mereka dengan kompak menjawab menjadi Tukang Insinyur, dokter, Pilot, TNI dan lain sebagainya, ternyata tidak ada satupun yang bercita-cita menjadi petani. Ironis...!!! (USR)***
.
This entry was posted on 14.08 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

0 komentar: